Selasa, 01 Maret 2011

Cerpenku

SEPENGGAL PERJUANGAN HIDUPKU



A. Eka Sugianti.

Pagi yang cerah mengikuti langkah dan semangatku menuju sekolah yang 3 tahun ini telah mengajariku banyak hal. Hari ini merupakan penentu dari perjuanganku selama 3 tahun di sekolah menengah, rasa senang muncul seiring dengan rasa penuh penasaran dan harapan menggugah diriku ini.
“Wah, sebentar lagi kita semua berpisah dan akan meninggalkan sekolah ini,” ujarku pada seorang teman terdekatku.
“Iya nih, aku masih mau merasakan masa-masa SMA,” ujar Fika.
Dengan muka yang agak mengeluh iapun berkata “Setelah tamat ini, ortuku akan membawaku kuliah di Australia. Hm…Sebenrnya sih aku tak mau, tapi itu kehendak ortuku. Mereka hanya ingin melihatku berhasil di negeri orang.”
“It`s funtastic Fik, kul di Australia. Kalau aku sih mau-mau saja,” ujarku dengan menyemangati Fika.

Dalam hati sejenakku berfikir, “ Mana bisa aku sepertimu Fik, aku kan orang yang tak berada. Boro-boro kuliah di Australia, lanjutin kuliah saja belum tentu bisa.”
Suara microphone dari ruang kepala sekolah tiba-tiba menghentikan perbincangan kami. Pengumuman hasil kelulusanpun segara di bacakan. Alhamdullillah, semua murid lulus dengan nilai yang memuaskan, begitupun aku.
Kaki ini kemudian segera berlari, seakan tak mau berhenti hingga sampai di rumah kumuh kesayanganku.
“Ibu… Aku lulus bu…,” teriakku hingga mengagetkan seisi rumah..
“Wah Alhamdulillah nak, kamu memang hebat,” ujar ibuku dengan penuh kegembiraan.
“Iya bu, semua teman-temanku juga lulus.”
“Bagaimana dengan Fika ?”
“Fika juga lulus dengan nilai yang sangat memuaskan, minggu depan dia mau berangkat ke Australia, dia mau kuliah di sana bu.”
“ Hm..luar biasa yah temanmu itu.”
“ Bagaimana dengan aku bu ?”, tanyaku dengan perlahan.
“ Her, kamu ngerti kan keadaan kita. Kamu cari kerja saja dulu”
Perkataan ibuku membuatku sangat kecewa. Seharusnya aku tak perlu kecewa karena ini juga bukan kemauan mereka. Hanya keadaan yang harus membuat hidupku seperti ini.

Hari keberangkatan Fika pun tiba, tak rela juga ku berpisaah dengannya. Aku sudah menganggap Fika seperti saudara perempuanku sendiri.
“ Fik, jangan pernah lupakan persahabatan kita yah ?”
“ Aku takut, kelak nanti kau berhasil, kamu malah lupa sama saya,” sambil menepuk pundaknya.
“Yah tidak mungkinlah saya melupakan teman terbaikku ini,” Sambil memegang pundakku dengan mata yang berlinang-linang.
“Walaupun kelak ku jadi orang besar, saya akan tetap mengingatmu. I`m promise”
Air mataku juga tak tertahankan mengantarkan kepergian Fika. Sambil memeluk Fika tiba-tiba dia memberiku bungkusan kotak berwarna biru.
“Apa ini Fik ?, buat apa ?”
“Terima saja, ini HP agar kita bisa selalu menghubungi, dengan begitu aku tak akan lupa sama kamu kan!”
“Di dalamnya ada brosur buatmu juga”
“Terima kasih Fik, U`r my best friend”

Pesawat yang mengantarkan Fika ke Australia akhirnya pergi. Sesampai di rumah ku membuka hadiah pemberian Fika. Di dalamnya terdapat sebuah ponsel plus brosur beasiswa kuliah di Universitas Indonesia. Tes beasiswa dimulai 2 minggu lagi. Dengan penuh semangat aku segera menghampiri ibu yang sedang memasak di dapur. Aku berusaha meyakinkan ibuku agar mengizinkanku mengikuti tes itu. Walaupun ibu awalnya ragu tapi dia akhirnya mengizinkanku. Ibu juga tak mau membuatku kecewa.
Dengan bermodalkan isi celengan ayamku, aku menggunakannya untuk biaya transport dan biaya pendaftaran tes itu. Besok aku segera pergi ke Jakarta.
Selain itu dibelakang brosur yang diberikan Fika, iya menuliskan sebuah alamat sapupumya yang kuliah di UI juga. Aku yang masih awam ini tak pernah sebelumnya pergi ke kota metropolitan ini, ku harus sendirian berkeliling kota Jakarta mencari alamat itu. Walaupun 6 jam langkah ini lelah berjalan, tapi akupun menemukan alamat sepupu Fika itu.
Wendy, itulah sapaannya, sepupu Fika. Dia menyambutku dengan ramah. Ternyata sebelumnya Fika telah memberitahu sepupunya itu akan kedatanganku.
Wendy begitu baik, tidak jauh beda dengan Fika. Dia membolehkanku tinggal bersamanya. Dia juga meminjamkanku buku-buku untuk kupelajari. Tak hentinya Wendy menyemangatiku setiap hari saat aku belajar untuk persipan tes itu.
Di akhir pekan, saya diajak Wendy ke sebuah toko buku. Pada deretan ke tiga rak buku itu, ku melihat ada sebuah buku motivasi yang menarik. Yah, bukunya sih bagus tapi harganya mahal. Sekilas ku melihat modal celengan ayamku.
“Hm… kalau aku membeli buku ini uangku akan habis nantinya, keperluanku sehari-haripun masih banyak,” ujarku dalam hati.
Lamunanku tiba-tiba teralihkan oleh seorang bapak tua yang sedang mengangkat barang-barang menuju sebuah toko. Terlintas di kepalaku untuk mencari kerja juga. Ku mendekati sebuah toko di mana bapak itu membawa barang-barangnya.
“Bapak kerja yah di sini ?”
“Iya nak. Kamu mau cari kerja juga yah ?”
“Hmmmm….,” belum ku menjawab bapak tua itu tiba-tiba memanggil sosok seorang lelaki berwibawa. Lelaki itu kemudian menghampiriku dan berkata “Kamu boleh kerja di toko grosir saya, mulai besok kamu datang ke sini yah!”
“ Opppsss.. aku boleh kerja di tempat bapak..” sambil menarik nafas yang panjang.
Aku sangat kaget dan tak menyangka aku bisa mendapat pekerjaan walaupun hanya sebagai buruh kecil. Aku sangat bersyukur bisa mendapat uang hasil kerjaku sendiri, hitung-hitung untuk menambah modal buat kuliah nantinya. Sepulang dari kerja di hari pertamaku, ku sempatkan mampir di toko buku di seberangnya. Minatku tuk membeli buku yang aku idamankan akhirnya dapat tercapai. Walaupun waktu dan tenagaku terkuras harus bekerja seharian, aku tak patah semangat terus belajar untuk persiapan tes yang 2 hari lagi dilaksanakan.

Sehari sebelum tes, akupun tetap bekerja di toko grosir itu. Niatnya sih lembur untuk hari ini karena selama 3 hari aku harus mengikuti tes seleksi. Mau tidak mau aku harus izin bekerja.
Tanpa ragu aku memberanikan diri menghadap ke pemiliki toko. Dengan alasan yang meyakinkan akhirnya aku diberi izin 3 hari tak bekerja.
“ Herman…..!”
“Iya pak…”
“Kalau pulang nanti, kamu singgah dulu yah ke alamat ini. Antarkan barang pesanan bapak” perintah pemiliki toko itu.
“Sippp pak”.

Perjalanan malam yang mencekang itu mengatarkanku menuju sebuah rumah mewah.
“Wah rumahnya bagus sekali, emangnya betul yah ini rumahnya?”
Melihat alamat rumah yang persis di berikan kepadaku, akupun membunyikan bel rumah itu dengan tak ragu”
Sosok laki-laki keluar dari rumah itu.
“Ini pak, aku bawa barang pesanan.”
“Oh iya, makasih dek. Kenapa bukan pagi saja antarnya, ini kan sudah malam ?”
“Tak apa pak, lagian besok aku tidak punya kesempatan mengantarkan barang ini karena besok aku harus ikut tes seleksi.”
“Mau daftar kerja yah?, Tanya lelaki itu.
“Bukan, pak. Aku mau daftar besaiswa kuliah pak “
“ Oh mau kuliah”
“Iya pak. Aku permisi dulu yah pak”
Ketika ku berjalan ke pagar rumah, keluar dari istana yang megah itu, langkahku kemudian terhentikan oleh sahutan bapak itu.
“Etsss, tunggu dulu nak!”Sahutnya.
Dengan kaget ku berbalik kearah lelaki itu, “Ada apa pak?”
“Kamu bisa ngajar privat anak saya?”
Dengan muka heran aku menjawab,”Biss..biss.. bisa pak. Umur berapa pak”
“Ah anakku masih SD kelas 5. Minggu depan kamu bisa mulai mengajarnya. Kan minggu depan sudah tidak tes lagi kan ?”
“Oh bisa pak.”

Penawaran bapak itu membuatku begitu terkejut. Angin malam yang mencekam itu tak seseram yang saya pikirkan. Malahan menjadikan sebuah rejeki bagiku. Aku pun pulang dengan wajah yang berseri-seri, menambah semangatku buat tes besok.
Tes seleksi yang berlangsung tiga hari itupun bisa ku lewati dengan baik. Penuh harapan agar ku bisa lulus tes itu. Sambil ku menjadi buruh kecil di sebuah toko grosir di sore harinya, aku juga menjadi seorang guru privat. Lumayan buat biaya hidup dan kuliahku, jadi aku tidak mesti membebankan orangtua lagi.
Dua minggu semasa ngajarku, hasil tes beasiswa kuliah itu telah keluar. Kabar kelulusanku aku dengar dari Bapak Nugrah, ayah dari anak yang saya ajar itu.
Perasaan kegembiraanpun meluap dari dalam diri saya, rasa syukur yang begitu mendalampun tercurahkan hanya pada sang kuasa. Aku tak menyangka aku bisa mendapatkan beasiswa kuliah, apalagi aku bisa lulus dengan pilihan jurusan yang aku cita-citakan yaitu teknik arsitek. Aku berharap aku bisa mengabdikan diriku menjadi seorang arsitektur yang professional. Ku segera berbagi kegembiraan yang aku rasakan ini pada orang tuaku, Wendy dan juga sahabatku Fika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar