Senin, 06 Juni 2011

Laporan Praktek KTA ekha


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.
Penerapan teknik konservasi tanah dan air meliputi teknik vegetatif, sipil teknis dan kimiawi. Penerapan teknik vegetaif berupa penanaman vegetasi tetap, budidaya tanaman lorong, strip rumput dan lain–lain, penerapan sipil teknis berupa pembuatan bangunan dam pengendali, dam penahan, teras, saluran pembuagan air, sumur resapan, embung, parit buntu (rorak), perlindungan kanan kiri tebing sungai dan lain–lain, serta penerapan teknik kimiawi berupa pemberian mulsa, bitumen zat kimia.
Pada kenyataannya semakin banyak terjadi degradasi lahan dan air yag disebabkan oleh banyak faktor yang dapat menyebabkan rusaknya atau berkurangnya kualitas dan kuantitas suatu tanah dan air yang dapat berdampak buruk pada lingkungan kita bahkan dapat menyebabkan suatu bencan alam seperti longsor yang merupakan bentuk dari erosi.
Salah satu kegiatan dalam menyelamatkan lahan dari tingkat erosi yang tinggi adalah penerapan teknik konservasi tanah dan air disamping kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharan dan pengayaan tanaman. Konservasi tanah dan air merupakan upaya untuk penggunaan lahan sesuai dengan syarat–syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dan air mempunyai tujuan utama untuk mempertahankan tanah dan air dari kehilangan dan kerusakannya. Oleh karena itu dilakukan praktek ini yaitu pembuatan sedimentasi bambu sebagai salah satu upaya konservasi tanah dan air pada Hutan Pendidikan Bengo-Bengo Universitas Hasanuddin.

B.            Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktek konservasi tanah dan air ini yaitu :
1.      Memberikan pengetahuan lapangan sehingga mahasiswa mampu menerapkan pengetahuan teori secara langsung.
2.      Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa melalui kegiatan interaksi dan aplikasi langsung berbagai pengetahuan yang diperoleh mahasiswa selama belajar di bangku kuliah.
3.      Melatih mahasiswa untuk merencanakan, mengumpulkan, mengolah serta menganalisis pengetahuan  untuk kemudian diterapkan di lapangan.

Sedangkan kegunaan dari praktek ini yaitu mahasiswa dapat memahami dan mengetahui teknik-teknik konservasi tanah dan air sehingga dapat mengaplikasikannya pada kehidupan masyarakat dan lingkungannya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.           Definisi KTA
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 2000), dikatakan selanjutnya bahwa konservasi tanah tidaklah berarti penundaan atau pelarangan pengunaan tanah, tetapi menyesuaikan jenis penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari. Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air, dan usaha untuk mengkonservasi tanah juga merupakan konservasi air. Salah satu tujuan konservasi tanah adalah meminimumkan erosi pada suatu lahan. Laju erosi yang masih lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan merupakan masalah yang bila tidak ditanggulangi akan menjebak petani kembali ke dalam siklus yang saling memiskinkan. Tindakan konservasi tanah merupakan cara untuk melestarikan sumberdaya alam.
Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang.
Konservasi tanah pada umumnya terdapat di berbagai tempat yang secara nyata berdampak pada perbandingan panjang kemiringan tanah yang diakibatkan oleh air hingga tanah menyusut. Lalu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada konservasi air dalam rangka pengontrolan erosi dimana kemiringan tanah yang telah ditentukan dalam persen dan panjang kemiringan tanah yang disebut dengan s ystem cropping.
Usaha pokok dalam pengawetan tanah dan air meliputi (Zulrasdi et, al. 2005):
1.   Pengelolaan lahan
    Sesuai kemampuan lahan
    Mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah
    Melindungi   lahan   dari   ancaman   erosi dengan menanam tanaman penutup tanah
    Penggunaan mulsa.
2.   Pengelolaan Air
Pengelolaan air adalah usaha-usaha pengembangan sumberdaya air dalam hal :
    Jumlah air yang memadai
    Kwalitas air
    Tersedia air sepanjang tahun
3.   Pengelolaan Vegetasi
Pengelolaan vegetasi pada hutan tangkapan air  maupun  pemeliharaan  vegetasi  sepanjang aliran sungai, dapat ditempuh  dengan cara:
     Penanaman dengan tanaman berakar serabut seperti:  bambu  yang  sangat  dianjurkan  di pinggiran sungai, kemudian diikuti dengan rumput  makanan  ternak  seperti:  Rumput gajah, Rumput Setaria, Rumput Raja, dan lain-lain sebagainya. Penanaman ini dimaksudkan untuk  penghalang terjadinya erosi pada tanah.
    Penanaman tanaman semusim untuk lahan yang tidak memiliki kemiringan
    Pembuatan teras.  Bila pada lahan tersebut terdapat   kemiringan,   maka   perlu   dibuat teras.

B.            Teknik Konservasi Tanah dan Air
Degradasi lahan dapat terjadi lantaran masyarakat cenderung mengeksploitasi  lahan-lahan pertanian dan mengakibatkan penambangan pada tanah. perubahan teknologi atau intensifikasi penggunaan lahan bahkan bisa menggantikan pepohonan dan vegetasi yang berakar dalam dengan tanaman bahan makanan yang berakar dangkal sehingga tanah mudah tererosi. sementara itu laju pembentukan kembali tanah dan lapisan permukaan yang tererosi sangat lamban sehingga degradasi lahan nyaris tidak dapat tergantikan kembali secara cepat. konsep laju kehilangan lapisan permukaan digunakan sebagai pendekatan degradasi lahan. laju erosi diantaranya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :
  1. tingkat erosivitas atau faktor curah hujan.
  2. sifat fisik tanah
  3. kemiringan  lahan dan pannjang lansekap
  4. karakteristik tanaman penutup tanah dan manajemen usaha tani.
Untuk daerah yang berpendapatan rendah atau tidak ada mempunyai alternatif mata pencaharian lain yang memadai, eksploitasi lahan pertanian yang berlebihan justru akan meningkatkan kecenderungan degradasi lahan. hal yang perlu dicatat adalah apabila intensifikasi penggunaan lahan kering lebih banyak berlangsung pada lahan yang kemiringan curam dan tanpa menghiraukan aspek konservasi, konsekuensi pada degradasi lahan akan semakin besar.
Untuk menanggulangi fenomena degradasi lahan adopsi teknologi konservasi masih ditentukan oleh faktor-faktor keterkaitan antara tingginya tingkat degradasi lahan dan tingkat keuntungan usaha tani pada suatu lahan dan tingkat kemiringan yang berbeda. pada keadan ekstrim, para petani akan mau mengadopsi teknologi konservasi hanya jika terdapat manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut. kemungkinan ekstrim lainnya adalah masyarakat petani sayuran dilereng-lereng bukit yang jelas-jelas mempunyai kecenderungan degradasi lahan yang sangat tinggi mungkin saja enggan mengadopsi teknologi konservasi jika penghasilan dari usaha tani sayuran itu tidak terpengaruh oleh degradasi lahan.
Beberapa rekomendasi makro yang mungkin dapat secara efektif untuk menurunkan tingkat degradasi lahan adalah upaya-upaya yang mengarah pada penurunan derajat intensifikasi penggunaan lahan, pengurangan tekanan penduduk, dan peningkatan serta pemantapan strategi yang mampu meningkatkan pendapatan petani. selain itu juga penerapan teknologi konservasi yang ramah lingkungan dan murah serta aplikatif adalah salah satu jalan mengurangi laju erosi/ degradasi lahan.
Salah satu kegiatan dalam menyelamatkan lahan dari tingkat erosi yang tinggi adalah penerapan teknik konservasi tanah dan air disamping kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharan dan pengayaan tanaman. Konservasi tanah dan air merupakan upaya untuk penggunaan lahan sesuai dengan syarat–syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dan air mempunyai tujuan utama untuk mempertahankan tanah dan air dari kehilangan dan kerusakannya melalui pengendalian erosi, sedimentasi dan banjir sehingga lahan dan air dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penerapan teknik konservasi tanah dan air meliputi teknik vegetatif, sipil teknis dan kimiawi. Penerapan teknik vegetaif berupa penanaman vegetasi tetap, budidaya tanaman lorong, strip rumput dan lain–lain, penerapan sipil teknis berupa pembuatan bangunan dam pengendali, dam penahan, teras, saluran pembuagan air, sumur resapan, embung, parit buntu (rorak), perlindungan kanan kiri tebing sungai dan lain–lain, serta penerapan teknik kimiawi berupa pemberian mulsa, bitumen zat kimia (soil conditioner).
Teknologi yang diterapkan pada setiap macam penggunaan tanah akan menentukan apakah akan didapat penggunaan dan produksi yang lestari pada sebidang tanah. Metode konservasi tanah dan air dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
a.              Metode vegetatif
Metode vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997). Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan bahaya erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi temperatur tanah.
Metode vegetatif untuk konservasi tanah dan air termasuk antara lain: penanaman penutup lahan (cover crop) berfungsi untuk menahan air hujan agar tidak langsung mengenai permukaan tanah, menambah kesuburan tanah (sebagai pupuk hijau), mengurangi pengikisan tanah oleh air dan mempertahankan tingkat produktivitas tanah (Seloliman, 1997).
Penanaman rumput kegunaannya hampir sama dengan penutup tanah, tetapi mempunyai manfaat lain, yakni sebagai pakan ternak dan penguat terras. Cara penanamannya dapat secara rapat, barisan maupun menurut kontur.
Penggunaan sisa tanaman untuk konservasi tanah dapat berbentuk mulsa atau pupuk hijau. Dengan mulsa maka daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas permukaan tanah, sedangkan dengan pupuk hijau maka sisa-sisa tanaman tersebut dibenamkan ke dalam tanah (Arsyad, 1989).
Syarat-syarat dari tanaman penutup tanah, antara lain:
1. Dapat berkembang dan daunnya banyak.
2. Tahan terhadap pangkasan.
3. Mudah diperbanyak dengan menggunakan biji.
4. Mampu menekan tanaman pengganggu.
5. Akarnya dapat mengikat tanah, bukan merupakan saingan tanaman pokok.
6. Tahan terhadap penyakit dan kekeringan.
7. Tidak berduri dan bersulur yang membelit.
Selain dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop), cara vegetatif lainnya adalah:
1.        Tanaman dengan lajur berselang-seling, pada kelerengan 6 – 10 % dengan tujuan:
·         Membagi lereng agar menjadi lebih pendek.
·         Dapat menghambat atau mengurangi laju aliran permukaan.
·         Menahan partikel-partikel tanah yang terbawa oleh aliran permukaan.
2.        Menanam secara kontur (Countur planting), dilakukan pada kelerengan 15 – 18 % dengan tujuan untuk memperbesar kesempatan meresapnya air sehingga run off berkurang.
3.        Pergiliran tanaman (crop rotation).
4.        Reboisasi atau penghijauan.
5.        Penanaman saluran pembuang dengan rumput dengan tujuan untuk melindungi saluran pembuang agar tidak rusak.

b.             Metode mekanik
Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan (Seloliman, 1997).
Termasuk dalam metode mekanik untuk konservasi tanah dan air di antaranya pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989).
Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak.
Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah (pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering. Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi ini.
Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (Sarief, 1986). Menurut Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan demikian erosi berkurang.

c.              Metode kimia
Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Arsyad, 1989).
Penggunaan bahan-bahan pemantap tanah bagi lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang baru dibuka sesunggunya sangat diperlukan mengingat:
·         Lahan-lahan bukaan baru kebanyakan masih merupakan tanah-tanah virgin yang memerlukan banyak perlakuan agar dapat didayagunakan dengan efektif.
·         Pada waktu penyiapan lahan tersebut telah banyak unsur-unsur hara yang terangkat.
·         Pengerjaan lahan tersebut menjadi lahan yang siap untuk kepentingan perkebunan, menyebabkan banyak terangkut atau rusaknya bagian top soil, mengingat pekerjaannya menggunakan peralatan-peralatan berat seperti traktor, bulldozer dan alat-alat berat lainnya.

Teknologi Usaha tani Konservasi
Pada dasarnya usahatani konservasi merupakan suatu paket teknologi usahatani yang bertujuan meningkatkan produksi dan pendapatan petani, serta melestarikan sumberdaya tanah dan air pada DAS-DAS kritis (Saragih, 1996), akan tetapi penyerapan teknologi tersebut masih relatif lambat disebabkan antara lain :
1.             Besarnya modal yang diperlukan untuk penerapannya (khususnya untuk investasi bangunan konservasi
2.             Kurangnya tenaga penyuluh untuk mengkomunikasikan teknologi tersebut kepada petani
3.             Masih lemahnya kemampuan pemahaman petani untuk menerapkan teknologi usahatani kon-servasi sesuai yang diintroduksikan
4.             Keragaman komoditas yang diusahakan di DAS-DAS kritis
5.             Terbatasnya sarana/prasarana pendukung penerapan teknologi usaha tani konservasi
Hal-hal tersebut diatas menunjukkan bahwa teknologi usahatani konservasi yang ada sekarang ini masih belum memadai sehingga perlu dicari teknologi yang lebih sesuai melalui kegiatan :
1.             Penelitian komponen-komponen teknologi yang dapat mendukung paket teknologi usahatani konservasi
2.             Penelitian pengembangan teknologi yang sudah ada guna memodifikasi teknologi tersebut sesuai dengan kondisi agrofisik dan sosial ekonomi wilayah setempat
Tehnik konservasi tanah seperti pembuatan kontur, teras, penanaman dalam strip, penanaman penutup tanah, pemilihan pergiliran tanah yang cocok, penggunaan pupuk yang tepat, dan drainase dalam literatur sering dijabarkan sebagai tehnik yang melindungi atau memperbaiki tanah pertanian secara keseluruhan, akan tetapi perlu ditekankan bahwa tehnik-tehnik tersebut dapat efektif apabila penggunaan lahannya sudah cocok. Tidak ada agroteknologi yang memungkinkan tanaman dapat tumbuh dengan baik dan tidak ada tehnik konservasi yang dapat mencegah erosi kalau kondisi tanahnya tidak cocok untuk pertanian (Sinukaban, 1989). Dalam tulisan ini dibahas beberapa agroteknologi dapat diterapkan petani di lahan pertaniannya. Beberapa diantaranya merupakan traditional wisdom, atau kearifan lokal yang menjadi sumber pertanian berkelanjutan sekarang ini.


Agroforestry dalam upaya Konservasi Tanah dan Air
Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof Dr. Ir. Muhjidin Mawardi MEng, bahwa terdapat paling tidak empat faktor utama yang menentukan keberhasilan rekayasa konservasi tanah dan air, yaitu sifat-sifat fisik tanah dan lahan, sifat hujan, interaksi antara hujan dengan tanah dan lahan yang menghasilkan air limpasan permukaan dan infiltrasi, serta simpanan air dalam tanah. (Ujianto,2006).
Agroforestry dalam konservasi tanah dan air adalah bagaimana pengaruh kondisi vegetasi suatu hamparan lahan didalam mengatur tata air memperbaiki kesuburan lahan. Bagaimana perpaduan pola tanam dan kolaborasi antar macam kegiatan ekonomi yang berbasis agroforestry yang mengarah perbaikan kondisi lingkungan, sehingga manfaat multi fungsi dapat dirasakan.
Pengaruh tutupan pohon terhadap aliran air adalah dalam bentuk (Noordwijk, et al. 2004 ) :
1.             Intersepsi air hujan. Selama  kejadian hujan, tajuk pohon dapat mengintersepsi  dan menyimpan sejumlah air hujan dalam bentuk lapisan tipis air.
2.             Waterfilm pada permukaan daun dan batang yang selanjutnya akan mengalami evaporasi sebelum jatuh ke tanah. Banyaknya air yang dapat diintersepsi dan dievaporasi  tergantung pada indeks luas daun (LAI), karakteristik permukaan daun,  dan  karakteristik  hujan.  Intersepsi merupakan komponen penting jika jumlah curah hujan rendah, tetapi dapat diabaikan jika curah hujan tinggi. Apabila curah hujan tinggi, peran intersepsi pohon penting dalam kaitannya dengan pengurangan banjir.
3.             Daya pukul air hujan. Vegetasi dan lapisan seresah melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung  tetesan  air  hujan  yang  dapat menghancurkan agregat tanah, sehingga terjadi pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah akan menyebabkan penyumbatan pori tanah makro sehingga menghambat infiltrasi air tanah, akibatnya limpasan permukaan akan meningkat. Peran  lapisan  seresah  dalam  melindungi permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap pelapukan; seresah berkualitas tinggi (mengandung hara, terutama N tinggi) akan mudah melapuk sehingga fungsi penutupan permukaan tanah tidak bertahan lama.
4.             Infiltrasi air. Proses infiltrasi tergantung pada struktur tanah pada lapisan permukaan dan berbagai lapisan dalam profil tanah. Struktur tanah juga dipengaruhi oleh aktivitas biota yang sumber energinya tergantung kepada bahan organic (seresah di permukaan, eksudasi organik oleh akar, dan akar-akar yang mati). Ketersediaan makanan bagi biota (terutama cacing tanah), penting  untuk mengantisipasi adanya proses peluruhan dan penyumbatan pori makro tanah.
5.             Serapan air.  Sepanjang tahun tanaman menyerap air dari berbagai lapisan tanah untuk mendukung proses transpirasi pada permukaan daun. Faktor– faktor yang mempengaruhi jumlah serapan air oleh pohon adalah fenologi pohon, distribusi akar dan respon fisiologi pohon terhadap cekaman parsial air tersedia.  Serapan air oleh pohon diantara kejadian hujan akan mempengaruhi jumlah air yang dapat disimpan dari kejadian hujan berikutnya,   sehingga   selanjutnya   akan mempengaruhi proses infiltrasi dan aliran permukaan. Serapan air pada musim kemarau, khususnya dari lapisan tanah bawah akan mempengaruhi jumlah air tersedia untuk ‘aliran lambat’ (slow flow).
6.             Drainase lansekap.  Besarnya drainase suatu lansekap (bentang lahan) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran permukaan tanah,  relief    permukaan  tanah    yang memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga mendorong terjadinya infiltrasi, tipe saluran yang terbentuk akibat aliran permukaan yang dapat memicu terjadinya ‘aliran cepat air tanah’ (quick flow).


BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI HUTAN PENDIDIKAN BENGO-BENGO

1.      Letak, Luas dan Status Hutan Pendidikan
Kawasan Hutan Pendidikan UNHAS terletak di jalan poros Makassar-Bone dengan jarak kurang lebih 65 km dari pusat ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar atau sekitar 34 km dari pusat ibukota Kabupaten Maros.  Kawasan ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda empat ataupun kendaraan roda dua dengan waktu tempuh kurang lebih 2 jam dari kota makassar.
Secara administratif, sebagian besar kawasan Hutan Pendidikan UNHAS yang memiliki luas 1300 ha berada di wilayah Desa Limampoccoe, Kec Cenrana Kab Maros.  Ditinjau dari segi astronomis kawasan hutan pendidikan Unhas terletak pada posisi  antara 119˚44’33” - 119˚46’17” BT dan  04˚58’7” - 05˚00’30” LS, dengan ketinggian antara 300 – 1100 m dari permukaan laut.  Kawasan hutan pendidikan unhas merupakan bagian dari kawasan Hutan Bulusaraung yang berada dalam Resort Polisi Hutan (RPH) Bengo, bagian Hutan Lebbo Tengae, sub dinas kehutanan.

2.      Penyebaran Vegetasi
Penutupan vegetasi hutan pendidikan unhas terdiri atas hutan tanaman hasil reboisasi pada tahun 1970/1971 dengan jenis tanaman pinus merkusii dan acacia auriculoformis. Sebelum adanya proyek reboisasi, di wilayah hutan ini telah ditanami Pinus merkusii seluas 407 ha, Acacia auriculoformis seluas 407 ha dan Swietenia mahagony seluas 235,5 ha.
            Disamping hutan tanaman terdpat pula hutan alam pada bagian selatan dan barat seluas 521 ha atau sekitar 40 % dari luas hutan pendidikan.  Jenis yang paling banyak ditemui dalam hutan alam adalah Kemiri , Nyatoh, Mangga, Lento-lento, Jabon, Jambu-jambuan, Campag, Ficus, dan beberapa jenis dari Family Moraceae, Dipterocarpaceae dan lain-lain.  Hutan alam ini sudah banyak mengalami kerusakan akibat penebangan liar oleh penduduk disekitarnya untuk kepentingan kayu bakar dan kayu pertukangan.
            Pada daerah bergelombang sampai landai didominasi oleh tumbuhan bawah seperti rumput-rumputan.  Pada bagian selatan wilayah hutan pendidikan yang ditumbuhi oleh tanaman mahoni dan pinus banyak dijumpai tanaman Lantana camara, Paku-pakuan dan lain-lain.
            Pada kawasan yang dikelola oleh masyarakat didominasi oleh vegetasi seperti Kemiri, Aren, Bambu, Melinjo, Pangi, Cokelat, Kopi, Pinang, Mangga dan bahkan terdapat tegakan Eboni seluas 5 ha yang dikelola masyarakat di dalam kawasan hutan pendidikan, yakni di kompleks hutan Pallanro desa Rompegading.


3.      Pemukiman didalam Areal Hutan Pendidikan
Hutan Pendidikan UNHAS terkait dengan desa-desa hutan yang secara administratif berada di tiga wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Cenrana, Kecamatan Camba dan Kecamatan Mallawa.  Desa-desa yang berbatasan langsung dengan Hutan Pendidikan UNHAS adalah desa-desa di wilayah Kecamatan Cenrana dimana wilayah inti hutan pendidikan berada, sedangkan desa-desa di dua kecamatan lainnya merupakan wilayah plasma utama dari hutan pendidikan unhas.
            Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan pada tahun 2002, diketahui terdapat beberapa pemukiman dan areal usaha tani masyarakat yang terdapat di dalam kawasan hutan pendidikan yaitu kawasan Mallento sebanyak 17 KK, kawasan Salima sebanyak 10 KK dan kawasan Makkarua sebanyak 4 KK.
            Daerah tempat kami melakukan kerjasama terdapat banyak aren. Namun hasil aren di wilayah tersebut hanya mereka gunakan membuat tuak. Sehingga denganadanya inovasi baru, yakni aren dijadikan sebagai cuka. Diharapkan dapat menjadi peluang usaha bagi masyarakat di daerah tersebut, sehingga dengan demikia, akan meningkatkan pendpatan masyarakat disekitar wilayah tersebut.


BAB IV
METODOLOGI  PELAKSANAAN

A.           Waktu Dan Tempat
Praktek lapang Konservasi Tanah dan Air dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2011 pukul 10.00 WITA di salah satu sungai pada Hutan Pendidikan Bengo-Bengo Universitas Hasanuddin, Kec. Cenrana, Kab. Maros.

B.            Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktek ini adalah :
1.    Bambu
2.    Parang
3.    Linggis
4.    Meteran
5.    Tali rapiah
6.    Alat tulis menulis
7.    Kamera digital

C.           Metode Praktek
Metode yang digunakan pada pembuatan bangunan penahan sedimen ini adalah Cek Dam yaitu bendungan kecil dengan konstruksi sederhana yang dibuat pada alur jurang untuk mengendalikan aliran permukaan dan sungai kecil yang berasal dari daerah tangkapan di atasnya.  Sebenarnya untuk erosi parit (gully erotion) ada dua metode yang biasa digunakan adalah metode anyaman yaitu dari bambu dan metode kedua adalah dengan metode pagar seperti yang dilaksanakan.
Langkah pertama yang dilakukan pada pembuatan bangunan penahan sedimen ini adalah memotong bambu sepanjang 1,5 m dan ditancapkan ke tanah  dengan jarak yang cukup rapat. Setelah itu dipasang bambu yang secara melintang sepanjang 1 m sesuai dengan lebar parit pada setiap pertemuan bambu .
Persiapan
    Alat dan bahan, untuk membuat penahan yang aplikatif bahan yang dibutuhkan  adalah bambu
           Persiapan lapangan untuk membuat terjunan. Persiapan pembuatan bangunan terjunan yang dilakukan adalah : Pemancangan patok-patok  untuk menentukan letak pemasangan, jarak antara dua patok disesuaikan dengan lebar bidang olah teras kedua sisi.

Pembuatan
Pembuatan bangunan penahan
·         Melakukan kegiatan memotong dan membelah bambu
·         Pemasangan bambu disusun mulai dari bawah dengan kedua ujungnya dimasukan ke dalam bagian kanan kiri dinding SPA dan dengan bilah bambu yang tegak lurus terhadap bambu yang melintang dan dipasak ke dalam tanah sedalam ± 50 cm.


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.           Hasil
Berikut ini merupakan hasil praktek yang telah dilakukan meliputi :
1.        Kondisi awal sungai
Lebar Sungai  = 1,7 m
Tinggi Sungai = 1,5 m







Sebelum dilakukan teknik kenservasi tanah dan air yaitu dengan pembuatan sedimentasi bambu, air yang mengalir pada sungai tersebut agak lancar karena aliran air pada sungai tersebut terhambat oleh adanya batu-batuan pada sungai.




2.        Kondisi akhir setelah dilakukan KTA
Setelah dilakukan teknik konservasi tanah dan air yaitu pembuatan sedimentasi bambu melintang pada daerah aliran sungai, maka akan menghambat/memperlambat laju aliran sungai sehingga air akan cenderung masuk ke dalam tanah.









B.            Pembahasan
Sebelum dilakukan teknik konservasi tanah dan air laju aliran air sungai cenderung lambat karena dihambat oleh adanya batu-batuan yag ada pada sungai tersebut. Teknik konservasi tanah dan air yang akan dilakukan yaitu pembuatan sedimentasi bambu melintang untuk menghambat laju aliran air sungai.
Pembuatan sedimentasi pada salah satu daerah aliran sungai Hutan Pendidikan Bengo-Bengo merupakan suatu upaya konservai tanah dan air. Ukuran sungai pada daerah yang telah dibuat sedimentasi bambu melintang tersebut yaitu tinggi 1,5 m dan lebar 1,7 m. Dengan adanya sedimentasi bambu tersebut maka tujuan yang dimaksud pembuatannya dalam hal konservasi tanah dan air yaitu

a.      Menurunkan laju aliran permukaan (run-off).

Diharapkan dengan dibangunnya sedimentasi bambu didaerah tersebut maka air  yang ada pada daerah aliran sungai tersebut tertahan dan menyebabkan penurunan aliran  permukaan tanah sehingga dapat meresap ke dalam tanah.

b. Meningkatkan infiltrasi.

Dengan masuknya air hujan pada sungai tersebut  tersebut, maka dapat dikatakan mempertinggi infiltrasi yang akan dapat menambah ketinggian muka air tanah. Air tanah inilah yang nantinya sangat bermanfaat bagi warga masyarakat dimusim kemarau.

c. Mengurangi evaporasi.

Air hujan yang jatuh langsung di permukaan tanah apabila tanah tidak mampu menyerap air maka akan timbul genangan – genangan air yang akan terevaporasi dan menguap tanpa sempat meresap kedalam tanah.

d. Penyeimbang neraca hidrologi.

Dengan semakin banyaknya air yang masuk kedalam tanah maka akan memperkecil rasio cadangan air antara musim penghujan dan kemarau.
Sedangkan manfaat yag dapat diperoleh dalam pembuatan sedimentasi bambu tersebut yaitu :
1.      Meningkatkan ketersediaan air daerah dibawahnya.
2.      Mengurangi resiko kekeringan di musim kemarau dan bahaya banjir di musim penghujan, khususnya untuk daerah hilir.
3.      Menyeimbangkan neraca hidrologi agar rasio perbedaan antara musim hujan dan kemarau tidak terlalu tajam.
4.      Meningkatkan resapan air ke dalam tanah (infiltrasi).
5.      Mengurangi sedimentasi dan fluktuasi debit air sungai.

 
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A.           Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada beberpa teknik konservasi yang dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan pembuatan sedimentasi bambu pada daerah aliran sungai.
Adapum manfaat dari pembuatan sedimentasi bambu itu yaitu meningkatkan ketersediaan air daerah dibawahnya, mengurangi resiko kekeringan di musim kemarau dan bahaya banjir di musim penghujan, khususnya untuk daerah hilir, menyeimbangkan neraca hidrologi agar rasio perbedaan antara musim hujan dan kemarau tidak terlalu tajam, meningkatkan resapan air ke dalam tanah (infiltrasi), dan mengurangi sedimentasi dan fluktuasi debit air sungai.

B.            Saran
Pada praktek lapang yang dilakukan para mahiswa/praktikan selain didampingi oleh asisten, hendaknya juga didampingi oleh para dosen. Selain itu dalam melakukan/menerapkan teknik konservasi tanah dan air hendaknya memperhatikan faktor lingkungan lokasi seperti kedaan fisik tanah/air untuk melakukan teknik konservasi yang cocok pada daerah tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Metode Konservasi Tanah dan Air. Diakses melalui http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/metode-konservasi-tanah-dan-air.html pada 3 Juni 2011 pukul 20.00 WITA.

Anonim. 2011. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Diakses melalui http://infront.web.id/394/teknik-konservasi-tanah-dan-air/ pada 3 Juni 2011 pukul 20.00 WITA.

Anonim. 2011. Konservasi Tanah dan Air. Diakses melalui http://4antum.wordpress.com/2009/12/16/konservasi-tanah-dan-air/  pada 3 Juni 2011 pukul 20.00 WITA.

Arsyad, Soemitro. 1989.  Konservasi Tanah dan Air, Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Noordwijk, Meine van, et al. 2004.  Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS). Download www.worldagroforestrycentre.org

Sarif, 1986.  Efektifitas Vegetatif Dalam Konservasi Tanah Dan Air Pada Suatu Das, Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. www.tumoutou.net

Seloliman. 1997. Agroforestry for Upland Husbandry : a Farmers’ Friendly. Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Ujianto, Bambang, 2006. Faktor Penentu Rekayasa Konservasi Tanah dan Air. Suara Merdeka Cybernews. Jakarta.

Zulrasdi. Noer, .Sjofjendi, 2005. Pertanian di Daerah Aliran Sungai, Lembaga Informasi Pertanian, BPPT Sumatera Barat