HUBUNGAN
KEANEKARAGAMAN TANAMAN DENGAN SERANGAN HAMA C.cramerella DAN A.helopeltis PADA
SISTEM AGROFORESTRI BERBASIS KAKAO
THE CORRELATION
OF THE PLANT DIVERSITY AND THE INTENSITY OF THE C.cramerella AND A.helopeltis
PESTS IN CACAO BASED AGROFORESTRY
A. Eka Sugianti
Abstrak
Upaya
pengendalian hama tanaman khususnya hama C.cramerella
dan A.helopeltis dapat dilakukan dengan meningkatkan keanekaragaman hayati
yaitu menerapkan sistem agroforestri dengan meningkatkan keanekaragaman
tanaman. Penelitian ini bertujuan mengetahui intensitas serangan hama C.cramerella dan A.helopeltis pada tipe pertanaman
monokultur, simple shade dan multistrata yang memiliki perbedaan keanekaragaman
tanaman dan juga jenis arthropoda. Metode pengambilan data dilakukan dengan
wawancara dan observasi dengan membuat plot sampling 50x20 m sebanyak 5 plot
untuk masing-masing tipe. Pengambilan data pengamatan meliputi kenaekaragaman
tanaman dengan menginventarisasi jenis tanaman dan jumlah tanaman. Intensitas
serangan C.cramerella diamati dengan menghitung perbandingan jumlah biji yang
sehat dengan biji yang terserang dan intensitas serangan A.helopeltis diamati
dengan menghitung bagian kulit buah yang terkena bekas tusukan hama
A.helopeltis. Kenaekaragaman arthropoda yang dilakukan dengan mengambil sampel
menggunakan teknik pitfall trap, yellow trap, dan visual. Faktor fisik
lingkungan yaitu ukuran kelembaban dan suhu udara dengan menggunakan alat ukur
termometer dan hygrometer serta wawancara terhadap petani mengenai upaya
pengelolaan kebun. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis menggunakan
analisis indeks keanekaragaman shannon wiener, analisis statistik uji anova
yang dilanjutkan dengan uji lanjutan beda nyata terkecil (BNT). Hasil
penelitian menunjukkan kenekaragaman tanaman dan arthropoda pada simple shade
lebih kecil dibandingkan dengan multistrata. Intensitas serangan C.cramerella pada monokultur lebih besar
dibandingkan pada simple shade dan multistrata, dimana intensitas rata-rata
serangan pada tipe monokultur 28,39%, simple shade 19,99% dan multistrata
17,22%. Berbeda dengan intensitas serangan A.helopeltis
yang lebih besar pada multistrata dibandingkan pada simple shade dan
monokultur, dengan intensitas rata-rata serangan pada multistrata 57,54%,
simple shade 5,21% dan monokultur 2,48%.
Kata Kunci: Kenaekaragaman hayati, C.cramerella,
A.helopeltis.
Abstract
Pest control management for cacao pod borers and mirids
(C.cramerella and
A.helopeltis) can be solved by increase the biodiversity that is implementing
with agroforestry systems to improve plant diversity. This research aimed to
investigate the attack intensity of cacao pod borers and mirids (C.cramerella and A.helopeltis) in monoculture,
simple shade and multistrata which had the distinction of plant diversity and
arthropods type. The data were collected using the methods of interviews and
observations by preparing 5 sampling plot of 50x20 m for each type. The data
collected through observation comprised the data about the plant diversity, inventory
of the plant species and the plant number. The C.cramerella attack intensity was
observed by counting the number of healthy seeds with seeds were attacked and
the intensity of attacks of A.helopeltis was observed by counting the number of
pricks in the fruit peels.In order to obtain the samples of the diversity of
arthropoda, pitfall trap technique, yellow traps, and visual technique were
used. The data of the physical factors of the environment, such as the humidity
measurement and the air temperature were obtained using the instrument of
thermometer and hygrometer as well as interviews with farmers about the farm
management efforts. Then, the obtained data were analyzed using Shannon Wiener
Diversity Index analysis, statistical ANOVA analysis test followed by Advanced
test of the Least significant Difference (LSD). The results revealed that the
diversity of the plants and arthropods in simple shade was smaller compared to
that in multistrata. The attack intensity of C.cramerella in monokultur was higher
compared to the simple shade and multistrata. The average attack intensity of C.cramerella
in monoculture was 28,39%, simple shade was 19,99% and multistrata was 17,22%.
On the other hand, the attack intensity of A.helopeltis in multistrata was higher
compared to that in simple shade and monokultur, the average attack intensity
of A.helopeltis in multistrata was
57,54%, simple shade was 5,21% and monoculture was 2,48%.
Keywords: Biodiversity, C.cramerella,
A.helopeltis.
PENDAHULUAN
Pengelolaan lahan
agroforestri tidak luput dari berbagai hambatan-hambatan yang dapat terjadi
baik itu dari faktor alam maupun manusia itu sendiri. Salah satu masalah yang
paling sering dihadapi pada suatu tanaman dalam lahan agroforestri masyarakat
yaitu serangan hama. Serangan hama yang menjadi masalah utama pada sistem
agroforestri sulit dikendalikan jika faktor utama penyebabnya adalah faktor
alam. Tingkat serangan hama tanaman pada suatu sistem agroforestri yang cukup
tinggi saat ini belum memiliki solusi yang signifikan untuk penanggulanganannya.
Saat ini yang dilakukan oleh petani adalah menggunakan pestisida berlebihan
yang dapat meningkatkan ketahanan/resistensi hama terhadap jenis pestisida
tersebut. Hal ini merupakan salah satu faktor antropogenik atau faktor manusia
penyebab meningkatnya populasi hama.
Selain itu tingginya tingkat serangan hama biasanya dipengaruhi karena
terjadinya gangguan terhadap fungsi dan faktor-faktor pengendali alami yang ada
di dalam ekosistem yang disebabkan kematian musuh-musuh alami sehingga menyebabkan
populasi jenis tersebut menjadi meningkat dan menganggu keseimbangan ekologi
yang ada di lokasi tersebut.
Untuk menangani
hal tersebut diperlukan suatu upaya pencegahan pada pengelolaan sistem
agroforestri masyarakat terutama dengan mengubah sistem pengelolaan pembasmi
hama dengan menggunakan pestisida. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
masyarakat yaitu dengan meningkatkan keanekaragaman hayati dalam sistem
agroforestri dengan pola-pola penanaman yang baik atau biasa dikenal dengan
pengendalian hayati.
Nicholls (1999), mengemukakan
bahwa dengan semakin tingginya tingkat keanekaragaman hayati di suatu lokasi,
maka populasi jenis-jenis di lokasi tersebut lebih seimbang, sehingga
diperkirakan tingkat serangan hama akan semakin kurang. Pengendalian hayati
merupakan implementasi konsep ekologi yang dikenal sebagai kestabilan
ekosistem. Kestabilan itu sendiri merupakan implikasi dari tingginya
biodiversitas spesies penyusun komunitas tersebut.
Upaya
meningkatkan keanekaragaman hayati juga dapat dilakukan dengan meningkatkan
keanekaragaman tanaman pada sistem agroforestri. Keragaman jenis tanaman dapat
memberikan jasa-jasa ekologis khususnya jasa pengendalian hayati (predator,
parasitoid, dan patogen) untuk mengendalikan hama sehingga sangatlah penting untuk
keberlanjutan pengelolaan sistem agroforestri. Tobing dkk (2009), mengemukakan
bahwa keanekaragaman tanaman merupakan komponen bentang alam (landscape) yang penting dalam
menyediakan sarana ekologi untuk perlindungan tanaman dan serangga-serangga berguna.
Berdasarkan latar
belakang tersebut diharapkan biodiversitas yang tinggi dalam sistem
agroforestri dibandingkan dengan sistem penanaman monokultur, dapat mengurangi
masalah serangan hama tanaman yang berlebihan khususnya serangan hama penggerek
buah (C.cramerella) dan A.helopeltis pada tanaman kakao pada sistem agroforestri berbasis
kakao. Hama-hama tersebut sangat rentan menyerang tanaman kakao dan mengganggu
perkembangan tanaman tersebut khsusnya pada perkembangan produksi buah,
sehingga dapat menurunkan produktivitas tanaman kakao itu sendiri. Oleh karena
itu dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan hama C.cramerella dan A.helopeltis pada tipe pertanaman monokultur, simple shade dan
multistrata yang memiliki perbedaan keanekaragaman tanaman dan juga jenis
arthropoda.
BAHAN DAN METODA
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Pengukuran
dan pengamatan langsung di lapangan dilakukan dengan membuat plot sampling
ukuran 50x20 m. Variabel pengamatan yaitu keanekaragaman tanaman pada kebun
agroforestri yang meliputi jumlah dan jenis-jenis tanaman. Lebar dan tinggi
tajuk tanaman serta persentase penutupan tajuk yang diukur menggunakan densio
canopy sebagai data pendukung dari tingkat penutupan lahan. Intensitas serangan
hama C.cramerella
dan A.helopeltis yang dihitung berdasarkan persentase gejala serangan
pada biji yang rusak dan bagian buah yang terkena tusukan. Suhu udara (0C)
dan kelembaban udara (%) sebagai faktor abiotik (fisik lingkungan) yang diketahui
berdasarkan data pengukuran dari alat hygrometer dan thermometer yang dipasang
pada plot pengamatan. Keanekaragaman arthropoda yang diamati dilakukan dengan
pengambilan sampel melalui tiga teknik yaitu pitfall trap, yellow trap dan
visual.
Metode Analisis Data
Kerapatan
tanaman (tanaman kakao dan tanaman penaung) penyusun agroforestri ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :

Tingkat
keanekaragaman jenis tanaman dan arthropoda penyusun agroforestri
menggunakan Shannon-Wiener Indeks
menggunakan Shannon-Wiener Indeks

Intensitas
tingkat serangan hama A.helopeltis
tanaman kakao ditetapkan berdasarkan
skor kerusakan buah kakao oleh A.helopeltis
sebagai berikut: (a) Skor 0 = Buah
sehat: tidak tampak adanya bekas
tusukan (bercak) hama A.helopelti., (b) Skor 1 = Buah
rusak ringan: terdapat bekas tusukan hama A.helopeltis berupa bercak dengan
luas kurang 10%
dari seluruh permukaan buah, (c) Skor 2 = Buah rusak sedang: terdapat
bekas tusukan hama A.helopeltis
berupa bercak dengan luas 11 - 25% dari seluruh permukaan buah, (d) Skor 3 =
Buah rusak berat: terdapat bekas tusukan hama A.helopeltis berupa bercak dengan
luas 26 - 50% dari seluruh permukaan buah, (e) Skor 4 = Buah rusak sangat
berat: apabila terdapat bekas
tusukan hama A.helopeltis
berupa bercak dengan luas lebih dari 50% dari seluruh permukaan buah.
Intensitas
serangan C.cramerella pada
lahan agroforestri ditentukan dengan rumus:

Dimana:
n = jumlah biji terserang dan N = jumlah keseluruhan biji dalam buah
Tingkat
serangan yang telah dihitung ditetapkan dengan cara mengelompokkan buah kakao
dengan kategori : (a) Kategori A = Bebas
serangan (normal), (b) Kategori B = Buah dengan kerusakan biji antara 1% -
<10% (serangan ringan), (c)
Kategori C = Buah dengan kerusakan biji antara 10% - 50 % (serangan sedang),
(d) Kategori D = Buah dengan kerusakan biji antara > 50 % (serangan berat).
Uji
lebih dari 2 nilai tengah independen (uji anova) untuk menguji perbedaan
intensitas serangan hama C.cramerella
dan A.helopeltis pada semua tipe (monokultur,
simple shade dan multistrata) dengan menggunakan program SPSS. Selain uji SPSS,
data diolah dan disajikan dengan menggunakan diagram atau tabel. Data hasil
inventarisasi jenis tanaman juga disajikan dalam bentuk sketsa atau gambar arah
vertikal dan horizontal menggunakan program Sexi-FS.
HASIL PENELITIAN
Keanekaragaman Tanaman
Plot
pengamatan yang terdiri dari tipe monokultur, simple shade dan multistrata pada
luasan pengamatan yang sama memiliki jumlah tanaman dan jenis yang
berbeda-beda. Tipe monokultur yang terdiri dari satu jenis tanaman yaitu pohon
coklat dengan rata-rata jumlah tanaman 115 pohon/plot. Tipe simple shade dengan
jumlah rata-rata 127 pohon/plot atau nilai kerapatannya 1270 pohon/ha.
Sedangkan tipe multistrata jumlah rata-rata 157 pohon/plot atau nilai
kerapatannya 1570 pohon/ha. Perbedaan keanekaragaman tanaman pada tipe simple
shade dan multistrata dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
(H’) spesies tumbuhan penyusun pada tipe simple shade rata-rata 1,11 yang
berkisar antara 1,04 – 1,27 dan pada pada tipe multistrata rata-rata 1,67 yang
berkisar antara 1,45 – 1,91. Indeks keanekaragaman pada tipe simple shade lebih
kecil dibandingkan dengan multistrata karena jumlah jenis dan jumlah tanaman
pada tipe multistrata rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan simple shade
walaupun keduanya termasuk dalam kategori sedang. Jumlah dan jenis tanaman penaung
yang berbeda antara tipe simple shade dengan multistrata menunjukkan perbedaan
penutupan tajuk pada sistem agroforestri tersebut akan memengaruhi kondisi
ekosistemnya dan menciptakan kondisi iklim mikro yang berbeda pula.
Jumlah dan jenis tanaman yang berbeda
antara tipe simple shade dengan multistrata juga menunjukkan intensitas
penutupan tajuk yang berbeda pula, dapat dilihat pada Gambar 1. Pada tipe
monokultur hanya terdapat tanaman kakao, sehingga intensitas cahaya yang masuk
100%. Tipe simple shade terdiri dari 3-4 jenis pohon penaung. Sedangkan tipe
multistrata terdiri dari 6-8 jenis pohon penaung. Perbedaan jumlah dan jenis
pohon akan memengaruhi intensitas penutupan tajuk pada suatu lahan. Ukuran
tajuk suatu pohon berbeda-beda sehingga peluang cahaya yang masuk terhadap
tanaman basis coklat akan berbeda-beda pula.
Pada
tipe multistrata intensitas penutupan tajuk terhadap tanaman basis kakao lebih
besar dibandingkan simple shade. Intensitas penutupan tajuk terhadap tanaman
basis kakao pada tipe simple shade sebesar 26,69 %, yang berarti sinar matahari
dapat sampai ke lantai hutan juga pada tanaman coklat. Sedangkan pada tipe
multistrata memiliki intensitas penutupan tajuk terhadap tanaman basis coklat
sebesar 79,37 %, yang berarti bahwa sinar matahari cukup sulit sampai ke
tanaman basis kakao apalagi sampai ke lantai hutan.
Selain
intensitas penutupan tajuk, keanekaragaman tanaman juga akan memengaruhi
kondisi fisik lingkungan atau iklim mikro yaitu ukuran suhu dan kelembaban pada
masing-masing tipe monokultur, simple shade dan multistrata yang memiliki
perbedaan jumlah jenis dan jumlah tanaman. Ukuran suhu pada tipe monokultur,
simple shade dan multistrata relatif sama yaitu 31 oC. Kondis kelembaban
rata-rata 59,24 % pada tipe multistrata lebih besar dibandingkan pada tipe
simple shade dan monokultur. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tipe
multistrata kondisi iklim mikro lebih lembab dibandingkan dengan simple shade
dan monokultur. Begitu pula pada tipe simple shade dengan kelembaban relatif
49.62 % memiliki kondisi lingkungan yang lebih lembab dibandingkan dengan
monokultur dengan kelembaban relatif 37,3 %. Ukuran kelembaban ini juga akan
berpengaruh terhadap aktifitas organisme (pertumbuhan, perkembangan dan
keaktifan) seperti serangga-serangga baik serangga predator, parasitoid maupun
serangga hama seperti hama C.cramerella
dan A.helopeltis pada penelitian ini.
Intensitas Serangan Hama C.cramerella
dan A.helopeltis
Dari hasil pengamatan menunjukkan
adanya perbedaan intensitas serangan hama Penggerek Buah Kakao dengan nama
latin C.cramerella pada tipe
monokultur, simple shade, dan multistrata
berbasis coklat yang disajikan pada Tabel 2. Intensitas serangan hama C.cramerella pada tipe monokultur yaitu
rata-rata 28,39 %
termasuk dalam kategori C (serangan sedang). Tipe simple shade memiliki
intensitas serangan C.cramerella yaitu
rata-rata 19,99 %
termasuk dalam kategori C (serangan sedang), begitu pula dengan tipe multistarata termasuk kategori C yaitu
serangan sedang dengan intensitas serangan C.cramerella
rata-rata 17.22 %.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
multistrata memiliki rata-rata tingkat intensitas serangan C.cramerella paling rendah dibandingkan dengan monokultur dan
simple shade. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT menunjukkan intensitas serangan
antara tipe simple shade dengan multistrata tidak menunjukkan perbedaan yang
jauh karena memiliki notasi huruf a yang sama. Berbeda pada tipe monokultur
tersebut memiliki intensitas serangan C.cramerella
paling tinggi.
Intensitas serangan hama A.helopeltis
pada tipe monokultur, simple shade, dan multistrata pada sistem agroforestri
berbasis kakao juga menunjukkan adanya perbedaan yang disajikan pada Tabel 3. Intensitas
serangan hama A.helopeltis
pada tipe monokultur yaitu rata-rata 2,48 %
termasuk dalam kategori buah rusak ringan. Tipe simple shade memiliki
intensitas serangan helopeltis yaitu rata-rata 5,21%
termasuk dalam kategori buah rusak ringan. Berbeda dengan tipe
multistarata yang termasuk kategori buah rusak sangat berat
dengan intensitas serangan C.cramerella
rata-rata 57,74 %.
Pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa tipe multistrata memiliki intesitas
rata-rata serangan A.helopeltis
paling tinggi dibandingkan dengan monokultur dan tipe simple shade. Intensitas
serangan antara tipe simple shade dengan monokultur tidak menunjukkan perbedaan
yang jauh.
Hasil pengamatan pada penelitian
menunjukkan terdapat proporsi perbedaan intensitas serangan C.cramerella dan A.helopeltis
pada buah yang sama. semakin besar
tingkat keanekaragaman tanaman maka intensitas serangan hama C.cramerella
semakin kecil. Pada tipe monokultur dan simple shade memiliki intensitas
serangan C.cramerella lebih besar
dibandingkan dengan tipe multistrata. Berbeda halnya dengan intensitas serangan
A.helopeltis
yang menunjukkan semakin besar tingkat keanekaragaman tanaman maka intensitas
serangannya akan semakin besar juga. Hal in berarti hubungan antara intensitas
serangan hama C.cramerella dan
A.helopeltis pada buah yang sama berbanding terbalik.
Keanekaragaman Arthropoda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 25 jenis arthropoda yang tertangkap dan yang teramati. Hasil
pengamatan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4, dimana pada tipe monokultur
terdapat 638 jumlah individu arthropoda yang teramati pada kelima plot
pengamatan yang terdiri dari 13 jenis yaitu Dolichoderus
thoracicus, Drosophilla melanogaster,
Euryderus sp., Gryllus sp. , Halmus chalybeus,
Allograpta sp., Menochilus
sexmaculatus, Microporus sp., Myrmecocystus, Neocurtillahexadactyla, Oecophylla,
Oncopeltus fasciatus dan Sceliphron
sp. Tipe simple shade terdapat 556
jumlah individu arthropoda yang teramati pada kelima plot pengamatan yang
terdiri dari 15 jenis yaitu Atractomorpha sp., Camponotus caryae, Carpelimus
sp., Charidotella sexpunctata, Dolichoderus thoracicus, Drosophilla melanogaster, Euryderus sp., kumbang kecil, Lebia sp., Macrotermes gilvus, Menochilus
sexmaculatus, Mycetophia sp., Myrmecocystus,
Patrobuslongicornis, dan Vanessa.
Sedangkan tipe multistrata terdapat 625 jumlah individu arthropoda yang
teramati pada kelima plot pengamatan yang terdiri dari 18 jenis yaitu Archytas sp., Camponotus
caryae, Charidotella sexpunctata,
Dolichoderus thoracicus, Drosophilla melanogaster, Gryllus sp., Lycosa sp., Macrotermes
gilvus, Menochilus sexmaculatus, Microporus sp., Mycetophia sp., Myrmecocystus,
Oecophylla, Oncopeltus fasciatus, Patrobuslongicornis,
Platydema sp., Sceliphron sp, dan Vanessa.
PEMBAHASAN
Penelitian
ini menunjukkan bahwa ada perbedaan intensitas serangan C.cramerella dan A.helopeltis
pada tipe monokultur, simple shade dan multistrata. Dimana keragaman tanaman
paling besar ditunjukkan pada tipe multistarata dibandingkan simple shade
maupun monokultur. Semakin beragamanya suatu tanaman, maka intensitas serangan A.helopeltis juga semakin besar.
Intensitas serangan A.helopeltis yang
lebih besar pada multistrata dibandingkan dengan tipe simple shade dan
monokultur dikarenakan kondisi fisik lingkungan pada tipe multistrata merupakan
kondisi yang disukai oleh hama helopeltis yaitu lingkungan yang teduh dengan
kelembaban sedang (59,24%) dan sangat peka terhadap sinar matahari langsung
sehingga kondisi pertanaman yang rimbun sangat disukai (Fitri dan Rahayu,
2013).
Banyaknya jenis-jenis tanaman
termasuk pohon pelindung pada tipe multistrata akan memengaruhi kondisi iklim
mikro pada area tersebut. Bhagwat dkk (2008), mengemukakan bahwa pohon
pelindung yang terlalu lebat akan meningkatkan kelembaban udara di sekitar
tanaman sehingga merangsang perkembangan hama A.helopeltis. Sedangkan pada tipe simple shade (5,21%) dan
monokultur (2,48%) dengan intensitas serangan ringan A.helopeltis yang hampir sama dikarenakan kondisi lingkungan yang
tidak terlalu disukai oleh hama A.helopeltis
yaitu tidak terlalu lembab dan banyaknya sinar matahari yang masuk yang
ditandai dengan intensitas cahaya yang masuk kurang dari 50%.
Selain itu, adanya jumlah individu
predator yaitu jenis semut Dolichoderus
thoracicus yang teramati lebih banyak pada tanaman kakao pada tipe simple
shade dan monokultur dibandingkan dengan multistrata menyebabkan intensitas
serangannya lebih sedikit.
Berbeda dengan intensitas serangan C.cramerella yang semakin banyak ketika
keragamaan tanaman semakin sedikit walaupun ketiga tipe tersebut termasuk dalam
kategori intensitas serangan sedang. Pada ketiga tipe terdapat jenis yang
menurut Karmawati dkk (2004), bersifat predator dari C.cramerella dan A.helopeltis
yaitu jenis semut Myrmecocystus dan Dolichoderus
thoracicus yang melimpah dan banyak yang menyebabkan keberadaan hama C.cramerella dapat berkurang sehingga
intensitas serangannya tidak begitu besar pada buah kakao. Akan tetapi pada
ketiga tipe tetap memiliki perbedaan intensitas serangan C.cramerella.
Hasil penelitian yang menunjukkan
intensitas serangan C.cramerella pada
sistem agroforestri simple shade dan multistrata tidak memiliki perbedaan yang
signifikan. Sedangkan untuk tipe monokultur menunjukkan intensitas serangan
yang berbeda dan lebih besar dibandingkan dengan multistrata dan simple shade.
Tipe monokultur menunjukkan tingkat
serangan C.cramerella lebih tinggi
karena penanaman pohon kakao yang homogen memudahkan hama C.cramerella berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain sehingga
penyebaran serangannya akan semakin banyak. Mudahnya hama C.cramerella berpindah karena jarak antar pohon kakao yang
merupakan inang dan sumber pakannya tidak dibatasi oleh pohon yang lain
sehingga hama C.cramerella dari pohon
kakao satu dapat langsung berpindah ke pohon sebelahnya yaitu pohon kakao pula.
Selain itu, tersedianya pakan di setiap tempat dan terus menerus pada tipe
monokultur ini menyebabkan penyebaran C.cramerella
semakin luas. Oleh karena itu intensitas
serangannya lebih besar dibandingkan dengan tipe simple shade dan multistrata.
Berbeda dengan tipe simple shade dan multistrata dimana antara pohon coklat terdapat
tanaman lain (Clough dkk., 2009).
Ukuran keberhasilan peningkatan
penyebaran serangan hama juga
dipengaruhi oleh luasnya suatu areal atau jarak antar tanaman, karena
mempengaruhi kecepatan perpindahan imigrasi, emigrasi dan waktu efektif
serangan. Seluruh strategi peningkatan keragaman yang digunakan harus
didasarkan pada pengetahuan akan kebutuhan ekologis dari musuh-musuh alami.
Selain itu, serangga akan lebih mudah berpindah ketika didukung oleh faktor
iklim seperti angin yang membawanya lebih mudah terbang. Dan apabila dalam
suatu komunitas terdapat pohon-pohon yang berbeda berdampingan, maka cenderung
serangga yang menetap diantara pohon-pohon tersebut berbeda pula. Hal ini
disebut dengan adanya interaksi dalam suatu populasi. Karena populasi yang
berinteraksi merupakan hal yang umum dalam ekologi untuk menjelaskan pendekatan
fenomenologis lingkungan seperti persaingan, predatorisme dan muatualisme (Kessler
dkk., 2011).
Walaupun hama C.cramerella dan helopeltis merupakan hama yang sama-sama menyukai
kondisi fisik lingkungan yang lembab dan intensitas cahaya yang sedikit, akan
tetapi terdapat perbedaan proporsi intensitas serangan kedua hama tersebut pada
buah yang sama. Perbedaan proporsi intensitas serangan C.cramerella dan A.helopeltis
disebabkan karena jika dalam suatu buah telah diserang salah satu hama dari C.cramerella atau A.helopeltis, maka cenderung hama lainnya tidak atau kurang
menyerang buah yang sama.
Hal ini telah dijelaskan oleh Wielgos
(2012) dan Heddy (2010), pada penlitiannya yang mengemukakan bahwa adanya
kompetisi pakan antara hama C.cramerella
dan A.helopeltis. Kompetisi merupakan
bentuk interaksi dalam suatu populasi. Kompetisi sering terjadi antarspecies
karena adanya kesamaan dalam usaha mencari makan maupun perlindungan sehingga akan ada species yang tidak
bertahan.
Faktor yang memengaruhi hama C.cramerella dan A.helopeltis tidak menyerang secara bersamaan pada buah yang sama
karena adanya kompetisi dalam mencari pakan pada buah kakao yang mengandung
lemak, air, glukosa. A.helopeltis
mengisap cairan pentil buah kakao sehingga jika A.helopeltis telah banyak lebih dahulu berada pada suatu buah maka
hama C.cramerella akan mencari buah
lainnya yang belum terserang sehingga hama C.cramerella
tersebut dapat mendapatkan pakannya yang lebih banyak dari buah yang belum
terserang A.helopeltis. Begitupun
sebaliknya jika suatu buah telah dihinggapi oleh hama C.cramerella maka hama A.helopeltis
akan mencari buah lainnya (Suhargo, 2001).
Selain faktor kompetisi pakan,
perbedaan proporsi intensitas serangan C.cramerella
dan A.helopeltis dipengaruhi karena
adanya perbedaan fase hidup kedua hama tersebut. Diduga fase serangan mencari
pakan pada buah kakao oleh hama C.cramerella
dan A.helopeltis pada tipe-tipe
monokultur, simple shade, dan multistrata tidak sama pada saat masa penelitian
berlangsung.
Terdapat perbedaan fase menyerang
buah kakao antara hama C.cramerella
dan A.helopeltis. Dimana hama C.cramerella akan menyerang dan masuk ke
dalam buah kakao pada fase larva yaitu sekitar 3-7 hari setelah fase telur.
Sedangkan helopeltis menyerang buah kakao pada fase nimfa yaitu sekitar 6-8
hari setelah fase telur (Deppabara, 2002).
Perbedaan fase tersebut menyebabkan
perbedaan proporsi serangan antara hama C.cramerella
dan A.helopeltis. A.helopeltis cenderung lebih lama
menyerang buah kakao dibandingkan dengan C.cramerella
karena larva C.cramerella menyerang
dan masuk ke dalam buah kakao hanya sekitar 15-18 hari dan setelah itu akan
keluar dari buah kakao menjadi pupa. Sedangkan A.helopeltis pada saat menjadi nimfa mulai dapat menyerang buah
kakao hingga mencapai 52 hari sebelum A.helopeltis
tersebut mati. Selain itu A.helopeltis
menyerang buah kakao pada pagi dan sore hari dan tergolong hama yang gerakannya
lambat sehingga jarang meninggalkan buah tempat mereka makan (Baharuddin dkk.,
2004).
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa kenekaragaman tanaman dan arthropoda pada tipe simple shade
lebih kecil dibandingkan pada tipe multistrata. Tipe multistrata memiliki
rata-rata intensitas serangan C.cramerella
paling rendah dibandingkan dengan monokultur dan simple shade. Sedangkan
intensitas serangan hama A.helopeltis
pada tipe multistrata lebih besar
dibanding dengan tipe simple shade dan monokultur. Semakin besar indeks
keanekaragaman tanaman maka intensitas serangan hama C.cramerella semakin
kecil. Berbeda dengan intensitas serangan A.helopeltis akan semakin meningkat
jika indeks keanekaragaman tanaman juga semakin besar. Sedangkan indeks
keanekaragaman arthropoda akan meningkat jika indeks keanekaragaman tanamannya
juga meningkat. Disarankan guna mengembangkan sistem agroforestri berbasis kaka,
maka masyarakat perlu mengembangkan sistem agroforestri dengan tipe simple
shade yang memiliki cukup intensitas cahaya untuk tanaman basis kakao disamping
dapat menghasilkan lebih beragam hasil panen tanaman semusim maupun hasil kayu
dari pohon-pohon besar, juga dapat lebih menjaga kestabilan ekologis.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. (2004). Pengendalian Hayati Penggerek Buah Kakao Pengisap Buah Dan Pucuk Kakao
(PBPK). Bagian Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Pusat
Departemen Pertanian. Jakarta.
Bhagwat, Willis, BirKs, dan WhittaKer. (2008).
Agroforestry: a refuge for tropical biodiversity. Trends in Ecology and Evolution Journal, 23: 261-267.
Clough, Y., Faust, H., Tscharntke, T. (2009).
Cacao boom and bust: sustainability of agroforests and opportunities for
biodiversity conservation. Conservation
Letters, 2: 197-205.
Depparaba, F. (2002). Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha
Cramerella) dan Penanggulangannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Sulawesi Tengah
Fitri, Y. dan Rahayu, A.M. (2013). Perkembangan Serangan Antonii pada Tanaman Kakao Di Wilayah Kerja
Bbpptp Surabaya. Bidang
Proteksi Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Surabaya. Jombang.
Heddy, S. (2010). Agroekosistem Permasalahan Lingkungan Pertanian. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Karmawati, E., Siswanto dan Wikardi,
E.A. (2004). Peranan semut (Occophylla
smaragdina dan Dolichoderus sp)
dalam pengendalian spp dan
Sanunusindecora pada jambu mete. Jurnal
Littri, 10 (1) : 1-40.
Kessler, M., BuChori dan Putra. (2011). Cost-effectiveness
of plant and animal biodiversity indicators in tropical forest and agroforest
habitats. Journal of Applied Ecology,
48: 330-339.
Nicholls. (1999). Biodiversity, Ecosystem Function, and Insect Pest Management in
Agricultural System. Dalam Biodiversity in Agroecosystems, Eds. W.W.
Collins & C.O. Qualset. Lwis Publ. New York. pp.69-84.
Suhargo. (2001). Daya Saing Kakao dan Produk Kakao, Training Quality Assurance in Cocoa
Processing. Program Studi Teknologi Hasil Perkebunan, FTP, UGM. Yogyakarta.
Tobing, M.C., Siregar, A.Z., Lisnawita
dan Meiriani. (2009). Keanekaragaman Hayati Dan Pengelolaan Serangga Hama Dalam
Agroekosistem. Jurnal Hama dan Penyakit
Tumbuhan Tropika, 9(1):39-45.
Wielgos, A. (2012). A minor pest reduces
yield losses by a major pest: plant-mediated herbivore interactions in
Indonesian cacao. Journal of Applied
Ecology, 2(15): 321-328.
LAMPIRAN
Tabel
1. Indeks Biodiversity Shannon Wiener Tanaman pada Tipe Simple Shade dan Multistrata.
No plot
|
Indeks Biodiversity
|
Kategori
|
|
Simple Shade
|
Multistrata
|
||
1
|
1.27
|
1.45
|
Sedang
|
2
|
1.01
|
1.61
|
Sedang
|
3
|
1.03
|
1.91
|
Sedang
|
4
|
1.04
|
1.66
|
Sedang
|
5
|
1.22
|
1.72
|
Sedang
|
Rata-Rata
|
1.11
|
1.67
|
Sedang
|
(Sumber: Data Olah, 2015)
Tabel 2.
Intensitas Serangan C.cramerella pada
Masing-Masing Tipe
Plot
|
Intensitas Serangan (%)
|
||
Monokultur
|
Simple Shade
|
Multistrata
|
|
1
|
29.43
|
19.41
|
21.13
|
2
|
26.93
|
19.51
|
12.86
|
3
|
28.82
|
21.19
|
17.5
|
4
|
27.45
|
19.46
|
15.76
|
5
|
20.49
|
20.37
|
18.87
|
rata-rata
|
28.39 b
|
19.99 a
|
17.22 a
|
(Sumber: Data Olah, 2015)
Tabel 3. Intesitas Serangan A.helopeltis pada Tipe Monokultur, Simple Shade dan
Multistrata
Plot
|
Intesitas Serangan (%)
|
||
Monokultur
|
Simple Shade
|
Multistrata
|
|
1
|
1.43
|
3.9
|
34.93
|
2
|
1.87
|
4.07
|
59.86
|
3
|
3.46
|
5.89
|
74.91
|
4
|
2.41
|
6.11
|
64.41
|
5
|
3.26
|
6.07
|
53.59
|
rata-rata
|
2.48 a
|
5.21 a
|
57.54 b
|
(Sumber: Data Olah, 2015)
Tabel 4. Jumlah
Serangga Yang Tertangkap pada Tipe Monokultur, Simple Shade dan Multistrata
Tipe
|
Jumlah serangga pada
pengamatan
|
Total
|
||||||||
Pitfall
|
Yellow Trap
|
Visual
|
||||||||
I
|
II
|
III
|
I
|
II
|
III
|
I
|
II
|
III
|
||
Monokultur
|
25
|
21
|
20
|
66
|
63
|
58
|
135
|
137
|
113
|
638
|
Simple Shade
|
18
|
11
|
9
|
70
|
48
|
61
|
93
|
94
|
106
|
556
|
Multistrata
|
15
|
7
|
17
|
78
|
50
|
66
|
113
|
150
|
131
|
625
|
(Sumber: Data Olah, 2015)
Gambar
1. Sebaran kanopi arah horizontal tanaman basis kakao dan tanaman penaung (a)
simple shade (b) multistrata

Tidak ada komentar:
Posting Komentar