Selasa, 08 Januari 2013

INDAHNYA KARST MAROS-PANGKEP sulsel

OPTIMALISASI INDAHNYA KARST MAROS-PANGKEP 
WARISAN DUNIA KEBANGGAAN INDONESIA

Oleh:
A.Eka Sugianti
Universitas Hasanuddin

ABSTRAK

        Maros-Pangkep Karst has a beautiful tower karst that was located in Maros  dan Pangkep regency in South Sulawesi. It is one of recomendated area to be a natural world heritage that have unique potential. Maros-Pangkep Karst has environmental services for example water resources, biological diversity, beautiful landscape, and also tourist area. But that area was being degradation causes by existence of industry in potensial using for minefield. Therefore, it must applying for execute conservation in economy side, ecology side an social side.
Key words : karst, potential, industry,management

        Kawasan Karst Maros-Pangkep (KKMP) yang memiliki tipe karst menara (tower karst) yang sangat khas terletak di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan merupakan salah satu kawasan karst yang direkomendasikan menjadi kawasan warisan dunia (natural world heritage) yang memiliki potensi yang unik yaitu nilai jasa lingkungan seperti sumberdaya air, keanekaragaman hayati, keunikan bentang alam, obyek wisata alam. Kawasan karst Maros-Pangkep mengalami degradasi dengan keberadaan industri-industri pada pemanfaatan potensi KarstMaros-Pangkep di bidang pertambangan sehingga perlu adanya pengelolaan konservasi berbasis ekonomis, ekologis, dan social.
Kata kunci : karst, potensi, industri, pengelolaan


PENDAHULUAN

        Karst adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping. Daerah karst terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Daerah ini disebut karst asli. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst palsu).

        Kawasan karst di Indonesia mencakup luas sekitar 15,4 juta hektare dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Perkiraan umur dimulai sejak 470 juta tahun lalu sampai yang terbaru sekitar 700.000 tahun. Salah satunya yaitu Perbukitan Maros Pangkajene, terletak di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.  Karst Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan merupakan salah satu kawasan karst yang mempunyai bentang alam yang unik dan khas yang biasa disebut tower karst . Karst Maros-Pangkep ini membentang seluas 4.500 hektare dan merupakan salah satu kawasan karst yang direkomendasikan menjadi kawasan warisan dunia (natural world heritage).

        Karst Maros Pangkep bukan sekedar deretan cadas. Berbeda dengan kebanyakan kawasan karst di tempat-tempat lain yang  pada umumnya berbentuk Conicall Hill Karst (berbukit kerucut), karst Maros Pangkep berbentuk menara-menara (tower karst) yang berdiri sendiri maupun berkelompok membentuk gugusan pegunungan batu gamping yang menjulang tinggi. Di antara bukit-bukit tersebut membentang dataran, dengan permukaannya yang rata. Bukit-bukit menara tersebut sejenis dengan yang ada di Cina Selatan dan Vietnam. Umumnya kawasan ini dan kawasan karst lainnya secara ekonomi dikenal sebagai kawasan yang memiliki potensi bahan galian untuk bahan bangunan dan bahan baku semen. Sesungguhnya kawasan ini juga memiliki potensi ekonomi lain yang tidak kalah penting, yaitu nilai jasa lingkungan (environmental services) seperti sumberdaya air, keanekaragaman hayati, keunikan bentang alam, obyek wisata alam, situs arkeologi dan areal peribadatan.

        Pengelolaan karst Maros-Pangkep saat ini mengalami degradasi dengan adanya kegiatan pertambangan. Dengan potensi karst itu sendiri yang mana dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan bahan baku semen membuka peluang yang besar terhadap industri-industri. Aktivitas penambangan kapur dilakukan oleh dua industri semen besar (PT. Semen Tonasa dan PT. Semen Bosowa) dengan luas daerah operasi mencapai 2.354,7 ha. Selain itu, sedikitnya terdapat 24 perusahan penambangan marmer dengan luas areal eksploitasi 15-25 ha setiap perusahaan. Penambangan kars yang dilakukan di Kawasan Kars Maros-Pangkep selain mengancam ketersediaan air tanah di sekitar kawasan karst juga mengancam keunikan geomorfologi serta biodiversity (keanekaragaman hayati). Dengan kondisi demikian, hendaknya dilakukan perlindungan dan pemanfaatan kawasan kars secara optimal. Tulisan ini akan membahas upaya pengelolaan yang komprehensif untuk mengoptimalkan potensi karst itu sendiri sehingga bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem karst tersebut baik secara ekonomis, ekologis maupun social.


METODE PENULISAN
Teknik Penulisan
        Penulis menggunakan metode deskriptif dengan maksud untuk mengetahui potensi dari kawasan karst Maros-pangkep serta metode pengelolaannya dengan menggunakan literatur-literatur yang sesuai dengan masalah yang dibahas.

Pengumpulan dan Pengolahan Data

        Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah dengan metode observasi yaitu mengunjungi langsung lokasi pengamatan serta penelitian kepustakaan (Library Research) antara lain buku-buku, media massa dan situs internet. Data yang terkumpul disebut sebagai data sekunder. Selanjutnya data tersebut diolah dengan menggunakan teknik content analisis untuk mencapai suatu kesimpulan.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Karst Maros-Pangkep

        Karst begitu orang-orang menyebutnya, adalah singkapan batu gamping yang membentuk tipe karst tersendiri yaitu bangun menara yang sangat khas, yang para ilmuwan menjulukinya tower karst, dengan bukit-bukit berlereng terjal (yang sebagian genesanya dipengaruhi oleh struktur geologi sebagai akibat dari proses pelarutan batu gamping/karbonat (karsttifikasi/residual karst). Kawasan karst Maros-Pangkep diketahui memiliki sistem aliran air/hidrologi yang tampak di atas permukaan (sungai permukaan) dan juga mengalir di bawah permukaan (sungai bawah permukaan), menjadikan fenomena tersendiri bagi kawasan ini.

        Deretan karst yang terletak di daerah Maros-Pangkep Sulawesi Selatan ini adalah keindahan dan kekayaan bumi yang  sangatlah jarang diperhatikan oleh banyak orang. Hanya beberapa orang yang mempunyai kepentingan dan kepedulian yang tahu akan keberadaannya. Mulai dari para ilmuwan/peneliti dari  pihak akademisi, pecinta alam khususnya yang menggeluti kegiatan susur gua (caver), penduduk setempat di sekitaran kawasan tersebut yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan kawasan ini : dari kebutuhan sumber air bersih (minum, mencuci, dan pengairan sawah), juga menjadi penopang nafkah dengan menjadi buruh di beberapa perusahaan yang berdiri disana, hingga para praktisi pemerintah yang notabene adalah pemegang kebijakan utama.

        Potensi kawasan Karst Maros-Pangkep sangat beranekaragam mulai dari sisi ekonomis, ekologis hingga manfaat sosialnya. Umumnya kawasan ini dan kawasan karst lainnya secara ekonomi dikenal sebagai kawasan yang memiliki potensi bahan galian untuk bahan bangunan dan bahan baku semen yang mana telah dimanfaatkan oleh kebanyakan industri yang ada di sana. Bahkan pemanfaatan di bidang industri cukup mendominasi dari pemanfaataan karst itu sendiri. Sesungguhnya kawasan ini juga memiliki potensi ekonomi lain yang tidak kalah penting, yaitu nilai jasa lingkungan (environmental services) seperti sumberdaya air, keanekaragaman hayati, keunikan bentang alam, obyek wisata alam, situs arkeologi dan areal peribadatan.

        Di kawasan karst Maros Pangkep sedikitnya terdapat 268 gua. Selain memiliki stalaktit dan stalakmit yang indah, gua-gua itu juga menjadi habitat fauna langka dan merupakan situs prasejarah. Bahkan gua terpanjang dan terdalam di Indonesia pun ditemukan di karst Maros. Gua terdalam berbentuk sumur tunggal dengan kedalaman 260 meter ditemukan di Leang Leaputte. Adapun gua terpanjang diperkirakan ditemukan di sistem gua Salukkan Kallang, yang panjangnya mencapai 27 km. Gua yang terbentuk sebagai hasil pencucian batuan karbonat itu tidak hanya menghasilkan ornamen gua yang sangat cantik. Tetapi juga menjadi tempat spesies manusia berlindung di masa lampau. Gua-gua yang dihuni oleh manusia dan kebudayaannya di masa lampau. Inilah yang disebut sebagai gua prasejarah.

        Area karst Maros-Pangkep dinominasikan ke status World Heritage (kategori alam) atas dasar pertimbangan bahwa wilayah tersebut bisa menjadi sampel yang mewakili perkembangan manusia, khususnya di Sulawesi. Di kawasan tersebut memang terdapat berbagai gua, yang menjadi tempat tinggal manusia pra sejarah. Beberapa yang terkenal di antaranya adalah gua Leang-Leang, Pettae dan Pettakere.

        Di wilayah ini, banyak terdapat peninggalan masa pra-sejarah yang menggambarkan kehidupan manusia pada era tersebut, sekaligus petunjuk asal usul manusia dan kehidupannya di Sulawesi. Beberapa artefak masih bisa ditemukan di gua-gua di seputar pegunungan ini. Bekas dapur prasejarah, termasuk dengan sampah-sampah sisa makanan berupa cangkang kerang menjadi fosil yang memberi panduan cara hidup manusia pada zaman tersebut. Di dalam gua, ditemukan juga lukisan-lukisan masa pra-sejarah sebagai ilustrasi mengenai nilai-nilai yang dianut para penghuni mula Sulawesi.

        Selain peninggalan pra-sejarah, kawasan Maros-Pangkep juga menyimpan keragaman biodiversitas. Ragam spesies flora dan fauna bisa dijumpai, termasuk satwa-satwa endemik macam monyet hitam, kuskus, rusa dan tentunya kupu-kupu sekitar  125 jenis  yang menghuni taman nasional Bantimurung. Biota unik juga hidup di dalam gua di kawasan ini. Biota unik yang hidup di sana memiliki ciri khas akibat kehidupan gelap di dalam gua. Kulit transparan, matanya mengecil bahkan buta, sementara organ sensoriknya berkembang pesat.

        Hasil  kajian ekologi hutan di kawasan Kars Maros-Pangkep, khususnya keberadaan jenis-jenis tumbuhan yang berstatus dilindungi dan endemik,  sebagai sumber bahan obat-obatan, makanan, dan pakan satwa liar, serta pola sebaran komunitas dan invasi jenis eksotik, akan sangat bermanfaat dalam perencanaan, pengelolaan, dan aplikasi konservasi insitu dan eksitu, maupun untuk pengusulan situs warisan dunia.

Pengelolaan Kawasan Karst Maros-Pangkep

        Saat ini kawasan ini sedang mengalami tekanan yang cukup berat, karena usaha pertambangan batu gamping untuk semen dan industri lainnya. Kawasan kars ini memiliki semua nilai strategis yang disebutkan di atas yang pada kenyataannya memiliki tarik-ulur kepentingan dalam pemanfaatannya. Selain itu, era otonomi daerah diperkirakan mendorong pengelolaan kawasan secara parsial berbasis batas administratif  bukan batas ekologis. Kawasan seluas sekitar 40.000 hektar ini telah terbagi dua menjadi 20.000 hektar areal budidaya dan sisanya, 20.000 hektar menjadi bagian dari 43.750 hektar kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung – Bulusaraung (TNBB). Penambangan kars yang dilakukan di Kawasan Kars Maros-Pangkep mengancam ketersediaan air tanah di sekitar kawasan karst (Bappenas 2006). Berdasarkan data Bapedal Regional III, saat ini aktivitas penambangan kapur oleh dua industri semen besar (PT. Semen Tonasa dan PT. Semen Bosowa) dengan luas daerah operasi mencapai 2.354,7 ha. Selain itu, sampai tahun 1998 terdapat 24 perusahan penambangan marmer dengan luas areal eksploitasi 15-25 ha setiap perusahaan. Selain itu, di kawasan yang berpenduduk 250.000 an jiwa ini, kegiatan pertanian, pembersihan vegetasi, dan penebangan masih berlangsung dengan mengabaikan kepentingan konservasi . Di kawasan tersebut cadangan batu gamping, bahan baku semen, diduga sebanyak 11.650 juta ton. Sedangkan marmer di perut Bumi Maros diperkirakan 2.609 juta ton. Marmer Maros terkenal karena variasi warnanya yang sesuai dengan selera pasar. Produknya sudah diekspor ke Singapura dan Malaysia . PT Semen Tonasa yang memproduksi 3,5 juta metrik ton semen tiap tahun ini memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pemprov Sulsel rata-rata Rp 500 juta setiap tahunnya.

        Keberadaan industri-industri disekitar kawasan Karst Maros-Pangkep yang memanfaatkan kawasan tersebut secara optimal hendaknya mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Optimalisasi pemanfaatan kawasan Karst Maros-Pangkep dari sisi ekonomis tidak hanya berasal dari industri. Masih banyak nilai ekonomis yang dapat dipetik dari kawasan Karst Maros-Pangkep, seperti halnya mengoptimalkan kawasan itu sebagai kawasan wisata. Konservasi terhadap kawasan ini perlu mendapat perhatian yang lebih agar warisan dunia yang menjadi kebanggan Indonesia dapat tetap terjaga. Perlunya pengelolaan yang komprehensif untuk mengoptimalkan nilai strategis tersebut, tanpa merusak lingkungan pada kawasan tersebut. Pengelolaan komprehensif kawasan tentunya memerlukan input yang komprehensif juga, sebagai bahan pengambilan keputusan. Secara akademis, saat ini setidaknya telah dilakukan berbagai penelitian dalam kawasan ini, yaitu meliputi aspek arkeologi dan biodiversity , serta geologi, geokimia dan valuasi ekonomi. Secara umum telah diterbitkan Keputusan Menteri tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars (Departemen ESDM 2000) dan buku tentang Potensi dan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Kars di Indonesia. Secara khusus, belum dilakukan riset mendalam guna memutuskan model pengelolaan Kawasan Kars Maros-Pangkep. Oleh karena itu, penelitian secara komprehensif tentang hal itu diharapkan akan sangat bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem kars tersebut, baik secara ekonomis, ekologis maupun sosial.

Pengelolaan Kawasan Karst dan Pembangunan Berkelanjutan

        SK Menteri ESDM Nomor 1456 K/20/MEM/2000 ini diterbitkan pada tanggal 3 November 2000 untuk menggantikan SK Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) Nomor 1518 K/20/MPE/1999 tentang Pengelolaan Kawasan Kars yang baru berumur sekitar 1 tahun 2 bulan. SK Mentamben Nomor 1518 K/20/MPE/1999 terbit sebelumnya pada tanggal 29 September 1999. SKM ini terdiri dari 10 Bab yang terdiri dari 23 pasal.

        Penerbitan kebijakan dalam bentuk pemberlakuan SKM Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars ini merupakan representasi mulai tumbuhnya kesadaran akan arti penting kawasan kars di pihak pemerintah. Hal ini bisa dilihat dari Departemen yang memberlakukan kebijakan ini, yaitu Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Departemen ESDM biasanya memiliki ‘image’ sebagai representasi sektor pemanfaat kawasan kars sebagai lahan tambang. Indikator ini menunjukkan kuatnya keinginan pemerintah di tingkat pusat untuk memberikan pedoman pengelolaan sumberdaya alam (kawasan kars) secara lebih terarah. Padahal biasanya SKM yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup diberlakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

        Meskipun demikian, kesadaran ini hendaknya muncul dengan sendirinya dari inisiatif pihak pemerintah. Kesadaran ini juga dipengaruhi oleh dorongan kuat dari masyarakat pemerhati kars dunia yang menyorot secara khusus 4 kawasan kars di Indonesia yang memiliki peringkat dunia karena kandungan nilai strategisnya. Para ilmuwan serta pemerhati lingkungan kars dan gua internasional menetapkan dari aspek bentang alam kawasan conical karst di Gunung Sewu (Jawa), tower karst di Maros (Sulawesi), archeological karst di Sangkulirang (Kalimantan Timur), dan highland karst di Taman Nasional Lorentz (Irian Jaya) sebagai kawasan kars kelas dunia. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan banyaknya keanekaragaman hayati yang terkandung dalam kawasan kars. Kondisi ini mendorong pemerintah memberlakukan SKM tersebut. Sebagai hasilnya, setahun setelah diberlakukan SKM ini, pada pertemuan IUCN (International Union for Conservation of Nature) di Mulu, Serawak, tahun 2001 menominasikan keempat kawasan kars tersebut menjadi kawasan alam warisan dunia atau world heritage.

        Secara temporal, pemberlakuan SKM ini yang menggantikan SKM sebelumnya hanya dalam jangka waktu 1 tahun lebih menjadi indikator kurang kuatnya konsep yang diberlakukan. Perbaikan isi SKM diharapkan akan menjadikan SKM yang baru lebih mampu mengakomodasikan seluruh elemen, baik aktor (para pihak, stakeholders), faktor dan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan kars. Kelengkapan elemen ini diharapkan mampu mendorong implementasi pengelolaan kawasan kars oleh semua pihak di lapangan. Kemudahan implementasi ini selain akan mendukung konsep pembangunan berkelanjutan, juga akan melestarikan SKM ini sendiri untuk tidak harus diperbaharui dalam jangka waktu yang singkat.

        Berdasarkan muatan yang terkandung dalam SKM ini, secara eksplisit terdapat tujuan dan sasaran untuk menunjang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (pasal 2). Hal ini masih perlu diuji kecukupannya melalui 3 kriteria pokok konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu kesetaraan (equity), jangkauan ke depan (futurity) dan valuasi lingkungan (environmental valuation). Jangkauan ke masa depan bisa diakomodasi pada adanya upaya pelestarian (pasal 2) dan pembagian kelas kawasan (pasal 11, 12, 13, dan 14) yang memberikan pedoman untuk mengkonservasi kawasan dengan syarat tertentu. Hal ini berupa larangan melakukan aktivitas penambangan pada kelas kawasan tersebut (kawasan kars kelas I, pasal 14). Hal ini berimplikasi pada perlindungan nilai ekonomi, ilmiah dan kemanusiaan terutama pada fungsi hidrologis, biodiversitas, cagar budaya, dan wisata, yang bermanfaat di masa yang akan datang.

        Berdasarkan prinsip kesetaraan, masih terdapat dominasi pihak pemerintah dalam melakukan inventarisasi (pasal 4) dan menentukan kelas kawasan (pasal 10). Eksistensi pejabat pemerintah, seperti Menteri, Dirjen, Gubernur, Bupati/Walikota dan pimpinan instansi terkait secara eksplisit dikemukakan. Sementara masyarakat hanya disebut secara implisit sebagai pimpinan organisasi profesi atau pihak lain yang bergerak di bidang kars. Aturan ini cenderung mengadopsi kebijakan yang bersifat top-bottom dan kurang berpihak pada sistem bottom-up. Masyarakat biasa juga yang beraktifitas (tinggal atau bekerja) di sekitar dan dalam kawasan kars belum terakomodasi sebagai pihak yang memiliki kesetaraan. Apalagi jika aktifitasnya tidak dikategorikan sebagai aktifitas yang bergerak di bidang kars (pasal 4). Hal ini diperkirakan akan berimplikasi pada kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan kars. Padahal biasanya kawasan ini memiliki topografi yang sulit serta areal yang luas. Pengawasan akan sulit dilakukan oleh pihak pemerintah semata, tanpa partisipasi pihak lain, terutama masyarakat. Berdasarkan prinsip valuasi lingkungan, masih dirasakan kurang jelasnya nilai lingkungan yang akan dikelola. Hal ini terlihat dari tidak adanya perhitungan ekonomis sebagai aspek penting yang perlu dilakukan dalam penyelidikan di kawasan kars (pasal 8 dan 9). Keberadaan fungsi hidrologis, biodiversitas, budaya dan wisata, sesungguhnya memiliki fungsi jasa lingkungan (environmental service) yang sangat besar. Besaran ini bisa dijadikan sebagai salah satu alasan pentingnya nilai kawasan kars yang bisa diperhitungkan secara akademis melalui valuasi lingkungan.

        Semua hal yang diperkirakan sebagai ketidaksempurnaan tersebut masih bisa ditutupi oleh peraturan pelaksanaan pada tingkat yang lebih teknis (pasal 22). Peluang ini seharusnya ditindaklanjuti oleh ketentuan pada tingkat Dirjen dan diharapkan memberikan juga peluang penyempurnaan pada tingkat di bawahnya. Hal yang dirasakan perlu adalah penyempurnaan, kejelasan dan konsistensi peraturan pada tingkat pelaksanaan di daerah (DT II). Mengingat adanya fenomena otonomi daerah yang saat ini berhembus kuat. Saat ini diperlukan goodwill dari pihak regulator di lapangan (pemda) yang merujuk pada pedoman pengelolaan kawasan kars pada SKM ini.


KESIMPULAN

        Ekosistem karst menjadi sangat penting apalagi setelah pengukuhannya sebagai suatu kawasan yang perlu dilindungi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui penetapan kawasan konservasi berdasarkan pertimbangan biospeleologi. Pertimbangan spesies dalam penetapan kawasan konservasi karst menjadi penting mengingat biota gua memiliki keunikan, kelangkaan serta keendemikan yang tinggi. Selain tiu juga merupakan sumber penelitian mengenai proses evolusi serta memiliki spesies-spesies yang berperan sebagai spesies kunci bagi keutuhan ekosistem gua. Semua nilai yang menempel pada biota gua serta perannya dalam menjaga keutuhan ekosistem gua dan karst, sudah seharusnya menjadi pertimbangan dan pemikiran baru dalam penetapan kawasan ekosistem karst. Terlebih lagi di kawasan karst Maros-pangkep di Indonesia, dimana wilayah karstnya cukup luas dan merupakan karst tropis yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati biota . Pengelolaan kawasan karst Maros-Pangkep diupayakan dapat berbasis ekonoms, ekologis, maupun social yang berpedoman pada SK Menteri ESDM Nomor 1456 K/20/MEM/2000 sehingga eksistensi kawasan karst yang ada di Indonesi tetap mendunia.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2008.Jelajahi Karst, diakses melalui  file:///E:/karst%20pangkep/search.html.
Anonim. 2001. Perlu Pemetaan Potensi Karst Maros-Pangkep. Kompas Cyber Media, diakses melalui http://www.kompas.com/kompas-cetak/0111/13/DAERAH/perl20.htm.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2000. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1456 K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2004. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 398 tahun 2004 tentang Penetapan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Departemen Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan. 2006. Peraturan Menteri Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan Nomor: 005/MPPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri. Menteri Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan. Jakarta.
Gustami, Waluyo. 2002. Valuasi Ekonomi Biodiversity Karst; Makalah Seminar Nasional on Natural Resources and Enviromental Accounting. Yogyakarta.
Imran, A. 2004. Studi Hidrogeologi Kawasan Karst Maros dengan Sistem Aliran Sungai Bawah Tanah. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kasri, T. 1999. Kawasan Karst di Indonesia. Kantoe Menteri Lingkungan Hidup. Jakarta.
Kurniawan.2008.Karst Maros-Pangkep, diakses melalui file:///E:/karst%20pangkep/kars-maros-pangkep.html.
KLH. 2006. Ekosistem Karst, diakses melalui http://72.14.203.104/search?q=cache:vnkAKC9UU9YJ:www.menlh.go.id/i/bab6%2520Ke.
Samodra, H. 2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia. Departemen ESDM. Bandung.
Wikipedia.2011.Karst, diakses melalui file:///E:/karst%20pangkep/Karst%20adalah.htm.