OPTIMALISASI
INDAHNYA KARST MAROS-PANGKEP
WARISAN DUNIA KEBANGGAAN INDONESIA
Oleh:
A.Eka Sugianti
Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Maros-Pangkep Karst has a beautiful
tower karst that was located in Maros dan Pangkep regency in South Sulawesi. It is
one of recomendated area to be a natural world heritage that have unique potential.
Maros-Pangkep Karst has environmental services for example water resources,
biological diversity, beautiful landscape, and also tourist area. But that area
was being degradation causes by existence of industry in potensial using for
minefield. Therefore, it must applying for execute conservation in economy
side, ecology side an social side.
Key
words : karst, potential, industry,management
Kawasan Karst Maros-Pangkep (KKMP) yang
memiliki tipe karst menara (tower karst) yang sangat khas terletak di Kabupaten
Maros dan Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan merupakan salah satu kawasan karst
yang direkomendasikan menjadi kawasan warisan dunia (natural world heritage) yang
memiliki potensi yang unik yaitu nilai jasa lingkungan seperti sumberdaya air,
keanekaragaman hayati, keunikan bentang alam, obyek wisata alam. Kawasan karst
Maros-Pangkep mengalami degradasi dengan keberadaan industri-industri pada
pemanfaatan potensi KarstMaros-Pangkep di bidang pertambangan sehingga perlu
adanya pengelolaan konservasi berbasis ekonomis, ekologis, dan social.
Kata
kunci : karst, potensi, industri, pengelolaan
PENDAHULUAN
Karst
adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan
adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan, dan gua.
Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping. Daerah
karst terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan
karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite,
dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit
dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Daerah
ini disebut karst asli. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses cuaca,
kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan
pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah
bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok
adalah pseudokarst (karst palsu).
Kawasan karst di Indonesia mencakup
luas sekitar 15,4 juta hektare dan tersebar hampir di seluruh Indonesia.
Perkiraan umur dimulai sejak 470 juta tahun lalu sampai yang terbaru sekitar
700.000 tahun. Salah satunya yaitu Perbukitan Maros Pangkajene, terletak di
Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Karst Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan
merupakan salah satu kawasan karst yang mempunyai bentang alam yang unik dan
khas yang biasa disebut tower karst . Karst Maros-Pangkep ini membentang seluas
4.500 hektare dan merupakan salah satu kawasan karst yang direkomendasikan
menjadi kawasan warisan dunia (natural world heritage).
Karst Maros Pangkep bukan sekedar
deretan cadas. Berbeda dengan kebanyakan kawasan karst di tempat-tempat lain
yang pada umumnya berbentuk Conicall
Hill Karst (berbukit kerucut), karst Maros Pangkep berbentuk menara-menara
(tower karst) yang berdiri sendiri maupun berkelompok membentuk gugusan
pegunungan batu gamping yang menjulang tinggi. Di antara bukit-bukit tersebut
membentang dataran, dengan permukaannya yang rata. Bukit-bukit menara tersebut
sejenis dengan yang ada di Cina Selatan dan Vietnam. Umumnya kawasan ini dan
kawasan karst lainnya secara ekonomi dikenal sebagai kawasan yang memiliki
potensi bahan galian untuk bahan bangunan dan bahan baku semen. Sesungguhnya
kawasan ini juga memiliki potensi ekonomi lain yang tidak kalah penting, yaitu
nilai jasa lingkungan (environmental services) seperti sumberdaya air,
keanekaragaman hayati, keunikan bentang alam, obyek wisata alam, situs
arkeologi dan areal peribadatan.
Pengelolaan karst Maros-Pangkep saat
ini mengalami degradasi dengan adanya kegiatan pertambangan. Dengan potensi
karst itu sendiri yang mana dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan bahan
baku semen membuka peluang yang besar terhadap industri-industri. Aktivitas
penambangan kapur dilakukan oleh dua industri semen besar (PT. Semen Tonasa dan
PT. Semen Bosowa) dengan luas daerah operasi mencapai 2.354,7 ha. Selain itu,
sedikitnya terdapat 24 perusahan penambangan marmer dengan luas areal eksploitasi
15-25 ha setiap perusahaan. Penambangan kars yang dilakukan di Kawasan Kars
Maros-Pangkep selain mengancam ketersediaan air tanah di sekitar kawasan karst
juga mengancam keunikan geomorfologi serta biodiversity (keanekaragaman
hayati). Dengan kondisi demikian, hendaknya dilakukan perlindungan dan
pemanfaatan kawasan kars secara optimal. Tulisan ini akan membahas upaya
pengelolaan yang komprehensif untuk mengoptimalkan potensi karst itu sendiri
sehingga bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem karst tersebut baik secara
ekonomis, ekologis maupun social.
METODE
PENULISAN
Teknik
Penulisan
Penulis menggunakan metode deskriptif
dengan maksud untuk mengetahui potensi dari kawasan karst Maros-pangkep serta
metode pengelolaannya dengan menggunakan literatur-literatur yang sesuai dengan
masalah yang dibahas.
Pengumpulan
dan Pengolahan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah dengan metode observasi yaitu
mengunjungi langsung lokasi pengamatan serta penelitian kepustakaan (Library
Research) antara lain buku-buku, media massa dan situs internet. Data yang
terkumpul disebut sebagai data sekunder. Selanjutnya data tersebut diolah
dengan menggunakan teknik content analisis untuk mencapai suatu kesimpulan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Potensi
Karst Maros-Pangkep
Karst begitu orang-orang menyebutnya,
adalah singkapan batu gamping yang membentuk tipe karst tersendiri yaitu bangun
menara yang sangat khas, yang para ilmuwan menjulukinya tower karst, dengan
bukit-bukit berlereng terjal (yang sebagian genesanya dipengaruhi oleh struktur
geologi sebagai akibat dari proses pelarutan batu gamping/karbonat
(karsttifikasi/residual karst). Kawasan karst Maros-Pangkep diketahui memiliki
sistem aliran air/hidrologi yang tampak di atas permukaan (sungai permukaan)
dan juga mengalir di bawah permukaan (sungai bawah permukaan), menjadikan
fenomena tersendiri bagi kawasan ini.
Deretan karst yang terletak di daerah
Maros-Pangkep Sulawesi Selatan ini adalah keindahan dan kekayaan bumi yang sangatlah jarang diperhatikan oleh banyak
orang. Hanya beberapa orang yang mempunyai kepentingan dan kepedulian yang tahu
akan keberadaannya. Mulai dari para ilmuwan/peneliti dari pihak akademisi, pecinta alam khususnya yang
menggeluti kegiatan susur gua (caver), penduduk setempat di sekitaran kawasan
tersebut yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan kawasan ini : dari
kebutuhan sumber air bersih (minum, mencuci, dan pengairan sawah), juga menjadi
penopang nafkah dengan menjadi buruh di beberapa perusahaan yang berdiri disana,
hingga para praktisi pemerintah yang notabene adalah pemegang kebijakan utama.
Potensi kawasan Karst Maros-Pangkep
sangat beranekaragam mulai dari sisi ekonomis, ekologis hingga manfaat
sosialnya. Umumnya kawasan ini dan kawasan karst lainnya secara ekonomi dikenal
sebagai kawasan yang memiliki potensi bahan galian untuk bahan bangunan dan
bahan baku semen yang mana telah dimanfaatkan oleh kebanyakan industri yang ada
di sana. Bahkan pemanfaatan di bidang industri cukup mendominasi dari
pemanfaataan karst itu sendiri. Sesungguhnya kawasan ini juga memiliki potensi
ekonomi lain yang tidak kalah penting, yaitu nilai jasa lingkungan
(environmental services) seperti sumberdaya air, keanekaragaman hayati,
keunikan bentang alam, obyek wisata alam, situs arkeologi dan areal
peribadatan.
Di kawasan karst Maros Pangkep
sedikitnya terdapat 268 gua. Selain memiliki stalaktit dan stalakmit yang
indah, gua-gua itu juga menjadi habitat fauna langka dan merupakan situs
prasejarah. Bahkan gua terpanjang dan terdalam di Indonesia pun ditemukan di karst
Maros. Gua terdalam berbentuk sumur tunggal dengan kedalaman 260 meter
ditemukan di Leang Leaputte. Adapun gua terpanjang diperkirakan ditemukan di
sistem gua Salukkan Kallang, yang panjangnya mencapai 27 km. Gua yang terbentuk
sebagai hasil pencucian batuan karbonat itu tidak hanya menghasilkan ornamen
gua yang sangat cantik. Tetapi juga menjadi tempat spesies manusia berlindung
di masa lampau. Gua-gua yang dihuni oleh manusia dan kebudayaannya di masa
lampau. Inilah yang disebut sebagai gua prasejarah.
Area karst Maros-Pangkep dinominasikan
ke status World Heritage (kategori alam) atas dasar pertimbangan bahwa wilayah
tersebut bisa menjadi sampel yang mewakili perkembangan manusia, khususnya di
Sulawesi. Di kawasan tersebut memang terdapat berbagai gua, yang menjadi tempat
tinggal manusia pra sejarah. Beberapa yang terkenal di antaranya adalah gua
Leang-Leang, Pettae dan Pettakere.
Di wilayah ini, banyak terdapat
peninggalan masa pra-sejarah yang menggambarkan kehidupan manusia pada era
tersebut, sekaligus petunjuk asal usul manusia dan kehidupannya di Sulawesi. Beberapa
artefak masih bisa ditemukan di gua-gua di seputar pegunungan ini. Bekas dapur
prasejarah, termasuk dengan sampah-sampah sisa makanan berupa cangkang kerang
menjadi fosil yang memberi panduan cara hidup manusia pada zaman tersebut. Di
dalam gua, ditemukan juga lukisan-lukisan masa pra-sejarah sebagai ilustrasi
mengenai nilai-nilai yang dianut para penghuni mula Sulawesi.
Selain peninggalan pra-sejarah, kawasan
Maros-Pangkep juga menyimpan keragaman biodiversitas. Ragam spesies flora dan
fauna bisa dijumpai, termasuk satwa-satwa endemik macam monyet hitam, kuskus,
rusa dan tentunya kupu-kupu sekitar 125
jenis yang menghuni taman nasional
Bantimurung. Biota unik juga hidup di dalam gua di kawasan ini. Biota unik yang
hidup di sana memiliki ciri khas akibat kehidupan gelap di dalam gua. Kulit
transparan, matanya mengecil bahkan buta, sementara organ sensoriknya
berkembang pesat.
Hasil
kajian ekologi hutan di kawasan Kars Maros-Pangkep, khususnya keberadaan
jenis-jenis tumbuhan yang berstatus dilindungi dan endemik, sebagai sumber bahan obat-obatan, makanan,
dan pakan satwa liar, serta pola sebaran komunitas dan invasi jenis eksotik, akan
sangat bermanfaat dalam perencanaan, pengelolaan, dan aplikasi konservasi
insitu dan eksitu, maupun untuk pengusulan situs warisan dunia.
Pengelolaan
Kawasan Karst Maros-Pangkep
Saat ini kawasan ini sedang mengalami
tekanan yang cukup berat, karena usaha pertambangan batu gamping untuk semen
dan industri lainnya. Kawasan kars ini memiliki semua nilai strategis yang
disebutkan di atas yang pada kenyataannya memiliki tarik-ulur kepentingan dalam
pemanfaatannya. Selain itu, era otonomi daerah diperkirakan mendorong
pengelolaan kawasan secara parsial berbasis batas administratif bukan batas ekologis. Kawasan seluas sekitar
40.000 hektar ini telah terbagi dua menjadi 20.000 hektar areal budidaya dan
sisanya, 20.000 hektar menjadi bagian dari 43.750 hektar kawasan konservasi
Taman Nasional Bantimurung – Bulusaraung (TNBB). Penambangan kars yang
dilakukan di Kawasan Kars Maros-Pangkep mengancam ketersediaan air tanah di
sekitar kawasan karst (Bappenas 2006). Berdasarkan data Bapedal Regional III, saat
ini aktivitas penambangan kapur oleh dua industri semen besar (PT. Semen Tonasa
dan PT. Semen Bosowa) dengan luas daerah operasi mencapai 2.354,7 ha. Selain
itu, sampai tahun 1998 terdapat 24 perusahan penambangan marmer dengan luas
areal eksploitasi 15-25 ha setiap perusahaan. Selain itu, di kawasan yang
berpenduduk 250.000 an jiwa ini, kegiatan pertanian, pembersihan vegetasi, dan
penebangan masih berlangsung dengan mengabaikan kepentingan konservasi . Di
kawasan tersebut cadangan batu gamping, bahan baku semen, diduga sebanyak
11.650 juta ton. Sedangkan marmer di perut Bumi Maros diperkirakan 2.609 juta
ton. Marmer Maros terkenal karena variasi warnanya yang sesuai dengan selera
pasar. Produknya sudah diekspor ke Singapura dan Malaysia . PT Semen Tonasa
yang memproduksi 3,5 juta metrik ton semen tiap tahun ini memberikan kontribusi
terhadap penerimaan Pemprov Sulsel rata-rata Rp 500 juta setiap tahunnya.
Keberadaan industri-industri disekitar
kawasan Karst Maros-Pangkep yang memanfaatkan kawasan tersebut secara optimal
hendaknya mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Optimalisasi
pemanfaatan kawasan Karst Maros-Pangkep dari sisi ekonomis tidak hanya berasal
dari industri. Masih banyak nilai ekonomis yang dapat dipetik dari kawasan
Karst Maros-Pangkep, seperti halnya mengoptimalkan kawasan itu sebagai kawasan wisata.
Konservasi terhadap kawasan ini perlu mendapat perhatian yang lebih agar
warisan dunia yang menjadi kebanggan Indonesia dapat tetap terjaga. Perlunya
pengelolaan yang komprehensif untuk mengoptimalkan nilai strategis tersebut,
tanpa merusak lingkungan pada kawasan tersebut. Pengelolaan komprehensif
kawasan tentunya memerlukan input yang komprehensif juga, sebagai bahan
pengambilan keputusan. Secara akademis, saat ini setidaknya telah dilakukan
berbagai penelitian dalam kawasan ini, yaitu meliputi aspek arkeologi dan
biodiversity , serta geologi, geokimia dan valuasi ekonomi. Secara umum telah
diterbitkan Keputusan Menteri tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars
(Departemen ESDM 2000) dan buku tentang Potensi dan Pengelolaan Lingkungan
Kawasan Kars di Indonesia. Secara khusus, belum dilakukan riset mendalam guna
memutuskan model pengelolaan Kawasan Kars Maros-Pangkep. Oleh karena itu,
penelitian secara komprehensif tentang hal itu diharapkan akan sangat
bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem kars tersebut, baik secara ekonomis,
ekologis maupun sosial.
Pengelolaan
Kawasan Karst dan Pembangunan Berkelanjutan
SK Menteri ESDM Nomor 1456
K/20/MEM/2000 ini diterbitkan pada tanggal 3 November 2000 untuk menggantikan
SK Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) Nomor 1518 K/20/MPE/1999 tentang
Pengelolaan Kawasan Kars yang baru berumur sekitar 1 tahun 2 bulan. SK
Mentamben Nomor 1518 K/20/MPE/1999 terbit sebelumnya pada tanggal 29 September
1999. SKM ini terdiri dari 10 Bab yang terdiri dari 23 pasal.
Penerbitan kebijakan dalam bentuk
pemberlakuan SKM Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars ini merupakan representasi
mulai tumbuhnya kesadaran akan arti penting kawasan kars di pihak pemerintah.
Hal ini bisa dilihat dari Departemen yang memberlakukan kebijakan ini, yaitu
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Departemen ESDM biasanya memiliki
‘image’ sebagai representasi sektor pemanfaat kawasan kars sebagai lahan
tambang. Indikator ini menunjukkan kuatnya keinginan pemerintah di tingkat
pusat untuk memberikan pedoman pengelolaan sumberdaya alam (kawasan kars)
secara lebih terarah. Padahal biasanya SKM yang berkaitan dengan perlindungan
lingkungan hidup diberlakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Meskipun demikian, kesadaran ini hendaknya
muncul dengan sendirinya dari inisiatif pihak pemerintah. Kesadaran ini juga
dipengaruhi oleh dorongan kuat dari masyarakat pemerhati kars dunia yang
menyorot secara khusus 4 kawasan kars di Indonesia yang memiliki peringkat
dunia karena kandungan nilai strategisnya. Para ilmuwan serta pemerhati
lingkungan kars dan gua internasional menetapkan dari aspek bentang alam
kawasan conical karst di Gunung Sewu (Jawa), tower karst di Maros (Sulawesi),
archeological karst di Sangkulirang (Kalimantan Timur), dan highland karst di
Taman Nasional Lorentz (Irian Jaya) sebagai kawasan kars kelas dunia. Selain
itu, beberapa penelitian menunjukkan banyaknya keanekaragaman hayati yang
terkandung dalam kawasan kars. Kondisi ini mendorong pemerintah memberlakukan
SKM tersebut. Sebagai hasilnya, setahun setelah diberlakukan SKM ini, pada
pertemuan IUCN (International Union for Conservation of Nature) di Mulu,
Serawak, tahun 2001 menominasikan keempat kawasan kars tersebut menjadi kawasan
alam warisan dunia atau world heritage.
Secara temporal, pemberlakuan SKM ini
yang menggantikan SKM sebelumnya hanya dalam jangka waktu 1 tahun lebih menjadi
indikator kurang kuatnya konsep yang diberlakukan. Perbaikan isi SKM diharapkan
akan menjadikan SKM yang baru lebih mampu mengakomodasikan seluruh elemen, baik
aktor (para pihak, stakeholders), faktor dan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan kawasan kars. Kelengkapan elemen ini diharapkan mampu mendorong
implementasi pengelolaan kawasan kars oleh semua pihak di lapangan. Kemudahan
implementasi ini selain akan mendukung konsep pembangunan berkelanjutan, juga
akan melestarikan SKM ini sendiri untuk tidak harus diperbaharui dalam jangka
waktu yang singkat.
Berdasarkan muatan yang terkandung
dalam SKM ini, secara eksplisit terdapat tujuan dan sasaran untuk menunjang
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (pasal 2). Hal ini masih
perlu diuji kecukupannya melalui 3 kriteria pokok konsep pembangunan
berkelanjutan, yaitu kesetaraan (equity), jangkauan ke depan (futurity) dan
valuasi lingkungan (environmental valuation). Jangkauan ke masa depan bisa
diakomodasi pada adanya upaya pelestarian (pasal 2) dan pembagian kelas kawasan
(pasal 11, 12, 13, dan 14) yang memberikan pedoman untuk mengkonservasi kawasan
dengan syarat tertentu. Hal ini berupa larangan melakukan aktivitas penambangan
pada kelas kawasan tersebut (kawasan kars kelas I, pasal 14). Hal ini
berimplikasi pada perlindungan nilai ekonomi, ilmiah dan kemanusiaan terutama
pada fungsi hidrologis, biodiversitas, cagar budaya, dan wisata, yang
bermanfaat di masa yang akan datang.
Berdasarkan prinsip kesetaraan, masih
terdapat dominasi pihak pemerintah dalam melakukan inventarisasi (pasal 4) dan
menentukan kelas kawasan (pasal 10). Eksistensi pejabat pemerintah, seperti
Menteri, Dirjen, Gubernur, Bupati/Walikota dan pimpinan instansi terkait secara
eksplisit dikemukakan. Sementara masyarakat hanya disebut secara implisit
sebagai pimpinan organisasi profesi atau pihak lain yang bergerak di bidang
kars. Aturan ini cenderung mengadopsi kebijakan yang bersifat top-bottom dan
kurang berpihak pada sistem bottom-up. Masyarakat biasa juga yang beraktifitas
(tinggal atau bekerja) di sekitar dan dalam kawasan kars belum terakomodasi
sebagai pihak yang memiliki kesetaraan. Apalagi jika aktifitasnya tidak
dikategorikan sebagai aktifitas yang bergerak di bidang kars (pasal 4). Hal ini
diperkirakan akan berimplikasi pada kurangnya partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan kawasan kars. Padahal biasanya kawasan ini memiliki topografi yang
sulit serta areal yang luas. Pengawasan akan sulit dilakukan oleh pihak
pemerintah semata, tanpa partisipasi pihak lain, terutama masyarakat. Berdasarkan
prinsip valuasi lingkungan, masih dirasakan kurang jelasnya nilai lingkungan
yang akan dikelola. Hal ini terlihat dari tidak adanya perhitungan ekonomis
sebagai aspek penting yang perlu dilakukan dalam penyelidikan di kawasan kars
(pasal 8 dan 9). Keberadaan fungsi hidrologis, biodiversitas, budaya dan
wisata, sesungguhnya memiliki fungsi jasa lingkungan (environmental service)
yang sangat besar. Besaran ini bisa dijadikan sebagai salah satu alasan
pentingnya nilai kawasan kars yang bisa diperhitungkan secara akademis melalui
valuasi lingkungan.
Semua hal yang diperkirakan sebagai
ketidaksempurnaan tersebut masih bisa ditutupi oleh peraturan pelaksanaan pada
tingkat yang lebih teknis (pasal 22). Peluang ini seharusnya ditindaklanjuti
oleh ketentuan pada tingkat Dirjen dan diharapkan memberikan juga peluang
penyempurnaan pada tingkat di bawahnya. Hal yang dirasakan perlu adalah
penyempurnaan, kejelasan dan konsistensi peraturan pada tingkat pelaksanaan di
daerah (DT II). Mengingat adanya fenomena otonomi daerah yang saat ini
berhembus kuat. Saat ini diperlukan goodwill dari pihak regulator di lapangan
(pemda) yang merujuk pada pedoman pengelolaan kawasan kars pada SKM ini.
KESIMPULAN
Ekosistem karst menjadi sangat penting
apalagi setelah pengukuhannya sebagai suatu kawasan yang perlu dilindungi.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui penetapan kawasan
konservasi berdasarkan pertimbangan biospeleologi. Pertimbangan spesies dalam
penetapan kawasan konservasi karst menjadi penting mengingat biota gua memiliki
keunikan, kelangkaan serta keendemikan yang tinggi. Selain tiu juga merupakan
sumber penelitian mengenai proses evolusi serta memiliki spesies-spesies yang
berperan sebagai spesies kunci bagi keutuhan ekosistem gua. Semua nilai yang
menempel pada biota gua serta perannya dalam menjaga keutuhan ekosistem gua dan
karst, sudah seharusnya menjadi pertimbangan dan pemikiran baru dalam penetapan
kawasan ekosistem karst. Terlebih lagi di kawasan karst Maros-pangkep di Indonesia,
dimana wilayah karstnya cukup luas dan merupakan karst tropis yang sangat kaya
akan keanekaragaman hayati biota . Pengelolaan kawasan karst Maros-Pangkep
diupayakan dapat berbasis ekonoms, ekologis, maupun social yang berpedoman pada
SK Menteri ESDM Nomor 1456 K/20/MEM/2000 sehingga eksistensi kawasan karst yang
ada di Indonesi tetap mendunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.2008.Jelajahi Karst, diakses
melalui
file:///E:/karst%20pangkep/search.html.
Anonim. 2001. Perlu Pemetaan Potensi
Karst Maros-Pangkep. Kompas Cyber Media, diakses melalui http://www.kompas.com/kompas-cetak/0111/13/DAERAH/perl20.htm.
Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral. 2000. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1456
K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 2004. Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor: 398 tahun 2004 tentang Penetapan Taman Nasional
Bantimurung-Bulusaraung. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Departemen Pendayagunaan Pendanaan
Pembangunan. 2006. Peraturan Menteri Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan Nomor:
005/MPPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta
Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri. Menteri
Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan. Jakarta.
Gustami, Waluyo. 2002. Valuasi Ekonomi
Biodiversity Karst; Makalah Seminar Nasional on Natural Resources and
Enviromental Accounting. Yogyakarta.
Imran, A. 2004. Studi Hidrogeologi
Kawasan Karst Maros dengan Sistem Aliran Sungai Bawah Tanah. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Kasri, T. 1999. Kawasan Karst di
Indonesia. Kantoe Menteri Lingkungan Hidup. Jakarta.
Kurniawan.2008.Karst Maros-Pangkep,
diakses melalui file:///E:/karst%20pangkep/kars-maros-pangkep.html.
KLH. 2006. Ekosistem Karst, diakses
melalui
http://72.14.203.104/search?q=cache:vnkAKC9UU9YJ:www.menlh.go.id/i/bab6%2520Ke.
Samodra, H.
2001. Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia. Departemen ESDM. Bandung.
Wikipedia.2011.Karst, diakses melalui
file:///E:/karst%20pangkep/Karst%20adalah.htm.